Page 250 - Perspektif Agraria Kritis
P. 250
Epilog: Suatu Tawaran Pendekatan Supra-Disipliner
Sebagaimana telah disebutkan di atas, di lingkungan
kampus IPB Bogor kajian agraria berinduk pada disiplin
sosiologi (pedesaan). Sosiologi sendiri sebagaimana sejarah
kelahirannya berkelindan dalam bentang problema Tata,
Perubahan, dan Ketimpangan, mengutip judul buku klasik
Laeyendeker (1983). Dengan kata lain, disiplin ini menuntut
pembelajarnya untuk meminati tidak hanya pada gugus
gagasan-gagasan, nilai-nilai, dan norma-norma semata yang
hidup dalam masyarakat. Namun, ia juga harus menyimak
gugus kehidupan lain yaitu struktur ekonomi-politik dengan
stratifikasi sosial dan pembagian kekuasaan yang menjadi
pokok perhatiannya. Dengan begitu, sosiologi membedah baik
gejala-gejala kultural dan struktural yang kemudian disusun
dalam aneka tema, dianalisis, dan dirumuskan secara sistematis
dan aktual. Dengan demikian, sifat dan isi sosiologi sangat
menceminkan sifat masyarakat di mana ilmu itu dipelajari.
Namun, dengan penegasan yang kuat pada fokus kajian
yang berhulu dari perspektif sosiologi kritis, buku ini
sesungguhnya memberi perhatian khusus kepada aspek agency
(aktor), lebih atau melampaui dari hanya aspek kultural dan
struktural itu sendiri. Implikasinya, penggambaran lansekap
(landscape) kehidupan sosial diposisikan sebagai rentang tarik-
menarik kekuatan antar aneka aktor guna memperebutkan
akses atas sekumpulan sumber-sumber agraria. Ketegangan
relasi antar pihak ini tak lain memusat pada upaya mengejar
dan memuaskan kepentingan diri mereka masing-masing
khususnya. Pada titik inilah kita berutang kepada tokoh
Anthony Giddens yang di peralihan abad ke-21 memelopori
pergeseran minat sosiologi tersebut.
Sebagai konsekuensinya, Perspektif Kritis ini boleh
dikatakan menawarkan pendekatan multi-disipliner, atau
mungkin lebih tepat disebut sebagai pendekatan yang mampu
melampauinya (beyond that), yaitu supradisipliner. Hal ini
karena sebagai teori sosial ia sesungguhnya bukan hanya
185

