Page 45 - Perspektif Agraria Kritis
P. 45
Perspektif Agraria Kritis
No. IX/2001 yang menyatakan bahwa pemanfaatan bumi, air,
dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung di
dalamnya digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Dengan demikian, pengaturan penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang telah diamanatkan
UUD 1945 dan UUPA perlu diwujudkan untuk memastikan lahan
tidak dimonopoli oleh segelintir elit yang merugikan golongan
ekonomi lemah, terutama para petani di pedesaan. Kerangka
normatif UUPA untuk pembaruan tata pengurusan agraria
telah pula dielaborasi penulis pada bagian akhir buku ini.
Agenda SDGs 2015-2030, RJP-IPB 2018-2045 serta
mandat PSA-IPB secara konseptual harus mampu memahami
reforma agraria sebagai upaya untuk mewujudkan apa yang
Shohibuddin sebut sebagai demokratisasi relasi-relasi sosial
agraria yang timpang dan eksploitatif, dengan pemihakan
nyata kepada kelompok miskin, sekaligus menjamin keadilan
antar-generasi. Lebih lanjut, Shohibuddin juga menekankan
bahwa kerangka implementasi reforma agraria haruslah
bersinergi lintas sektor, baik menyangkut objek kebijakannya
(mencakup tanah di sektor pertanahan dan kehutanan sebagai
misal) maupun jangkauan dan level intervensinya, seperti
integrasi hulu-hilir dan pusat-daerah.
Apa yang dikemukan Shohibuddin ini sejalan dengan
pendekatan transdisiplin yang dikembangkan IPB dalam
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Namun, lagi-lagi
Shohibuddin mengingatkan secara kritis, apakah pembangunan
(misal reforma agraria) itu menghasilkan dampak (re)distribusi
manfaat yang berpihak pada kelompok marginal dan miskin?
Ataukah sebaliknya, pembangunan itu justru mengarah
kepada terjadinya dampak (re)konsentrasi manfaat di antara
segelintir pihak saja atau elite capture?
Tentunya reforma agraria yang kita harapkan tidak
hanya berhenti pada upaya asset reform, yaitu berhenti sebatas
xliv