Page 46 - PATU2025_EBOOK_PUYUHPETELUR_4_
P. 46

Puyuh Petelur
                  Coturnix Coturnix Japonica


                         Dalam aspek reproduksi, dikenal pula istilah fertile egg, yaitu telur yang telah
                  dibuahi dan memiliki potensi untuk menetas menjadi individu baru. Sebaliknya, infertile

                  egg adalah telur yang tidak mengalami fertilisasi dan tidak dapat ditetaskan. Telur infertil
                  ini  umumnya  dipasarkan  sebagai  telur  konsumsi.  Perbedaan  keduanya  penting  untuk

                  diketahui dalam usaha pembibitan maupun dalam proses seleksi telur untuk penetasan

                  (UIN Suska Riau, 2012).
                         Efisiensi produksi puyuh petelur juga ditentukan oleh rasio konversi pakan, yang

                  dikenal dengan istilah Feed Conversion Ratio (FCR). FCR menunjukkan seberapa efisien
                  pakan yang dikonsumsi diubah menjadi produk, dalam hal ini telur. FCR yang rendah

                  mengindikasikan  efisiensi  yang  tinggi,  karena  jumlah  pakan  yang  dibutuhkan  untuk

                  menghasilkan satu satuan hasil produksi lebih sedikit (Anggorodi, 1985).
                         Sementara  itu,  flock  density  atau  kepadatan  populasi  dalam  kandang  juga

                  merupakan istilah yang penting dalam manajemen pemeliharaan. Kepadatan yang terlalu
                  tinggi  dapat  memicu  stres,  penurunan  produksi,  serta  perilaku  kanibalisme,  sehingga

                  penentuan jumlah individu per meter persegi kandang perlu diperhatikan secara cermat

                  demi menjamin kesejahteraan ternak dan kestabilan produksi (Subekti, 2013).


                  6.3    Profil Peternak Puyuh Petelur
                         Burung puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) merupakan salah satu jenis

                  unggas kecil yang secara luas dibudidayakan di berbagai negara, termasuk Indonesia,
                  dengan tujuan utama produksi telur konsumsi. Spesies ini berasal dari Asia Timur dan

                  telah mengalami domestikasi yang cukup lama, sehingga adaptif terhadap berbagai sistem

                  pemeliharaan dan kondisi agroklimat tropis (Subekti, 2013).
                         Secara morfologis, burung puyuh memiliki tubuh berukuran kecil dan kompak,

                  dengan berat tubuh dewasa jantan berkisar antara 110–130gram dan betina antara 130–
                  150 gram. Warna bulu puyuh betina umumnya lebih cerah, disertai bercak hitam di bagian

                  dada, sedangkan jantan cenderung memiliki bulu dada berwarna cokelat polos. Perbedaan
                  morfologi ini penting dalam proses sexing sejak usia muda guna memisahkan individu

                  berdasarkan tujuan produksi (Setiawan et al., 2018).

                         Puyuh betina umumnya mulai memasuki masa produksi telur pada umur 35–42
                  hari dan dapat bertelur secara konsisten hingga mencapai umur 10–12 bulan. Produksi

                  telur mencapai puncaknya pada usia 8–10 minggu setelah bertelur pertama kali. Rata-rata





                                                           41
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51