Page 42 - PATU2025_EBOOK_PUYUHPETELUR_4_
P. 42
Puyuh Petelur
Coturnix Coturnix Japonica
o Telur puyuh goreng tepung.
• Produk non-konsumsi (terbatas): Cangkang telur puyuh dapat dimanfaatkan
untuk kerajinan atau sebagai bahan kalsium dalam pakan ternak.
Inovasi produk pasca panen dapat meningkatkan nilai jual dan daya saing di pasar lokal
dan global.
5.3 Pemasaran
Telur puyuh memiliki pasar yang cukup stabil dan terus meningkat, terutama di
kota-kota besar dan wilayah dengan industri makanan. Permintaan telur puyuh di
Indonesia sangat tinggi, terutama untuk kebutuhan rumah tangga, katering, hotel,
restoran, dan industri makanan siap saji.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, konsumsi telur puyuh per kapita di Indonesia terus meningkat. Di
pasar tradisional, harga telur puyuh berkisar antara Rp40.000–Rp60.000 per 100 butir,
tergantung musim dan lokasi. Sementara di pasar modern dan online, harga bisa lebih
tinggi dengan tambahan nilai dari kemasan dan sertifikasi keamanan pangan.
Di pasar internasional, meskipun belum sebesar telur ayam, telur puyuh memiliki
peluang ekspor terutama ke negara-negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan,
serta beberapa negara Timur Tengah yang memiliki pasar niche untuk telur kecil dan
eksotis.
5.4 Tantangan dan Peluang
Tantangan utama dalam pengembangan produk pasca panen puyuh petelur adalah:
1. Skala produksi yang masih kecil dan belum terintegrasi.
Mayoritas peternak puyuh di Indonesia merupakan peternak skala kecil atau
rumah tangga. Produksi dilakukan secara manual dengan modal terbatas, sehingga
sulit memenuhi permintaan dalam jumlah besar secara konsisten. Ketiadaan
integrasi antara hulu (pembibitan, pakan) dan hilir (pengolahan dan pemasaran)
menyebabkan rantai pasok menjadi tidak efisien.
2. Teknologi pengolahan dan pengemasan yang belum merata.
Keterbatasan alat-alat modern seperti mesin sortir, pengemasan vakum, dan
pendingin menyebabkan rendahnya kualitas produk akhir dan umur simpan yang
pendek. Peternak juga belum banyak memanfaatkan teknologi digital.
3. Keterbatasan Akses Pasar
37

