Page 56 - buku-Puisi
P. 56
56
ada di alam semesta, seperti bunyi angin, laut, pohon, binatang, dan sebagainya, dalam
bentuk penanda.
C. Unsur Kata
Kata-kata yang digunakan dalam sebuah puisi, pada umumnya berkaitan dengan
persoalan diksi (pilihan kata) (Abrams, 1981). Setiap penyair akan memilih kata-kata
yang tetpat, sesuai dengan maksud yang ingin diungkapkan dan efek puitis yang ingin
dicapai. Diksi sering kali juga menjadi ciri khas seorang penyair atau zaman tertentu.
Secara semiotis, kata dapat diklasifikasi ke dalam ikon, indeks, dan simbol. Ikon
merupakan tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara
penanda & petanda. Bentuknya berupa persamaan: potret manusia menandai manusia
yang dipotret. Indeks merupakan tanda yang menunjukkan hubungan kausal antara
penanda dengan petanda: asap menandai api. Simbol, tanda yang menunjukkan
hubungan manasuka (konvensi) antara penanda dengan petanda. Salju jatuh, salju di
pohon, salju terbang dalam konvensi bahasa Indonesia tetap salju. Bagi masyarakat yang
mengenal musim salju, pembedaan itu amat berarti. Kata ’jamrut’ pada Jamrut di pucuk-
pucuk pohon tidak lagi diartikan sebagai benda hiasan yang mahal harganya, melainkan
’embun’.
Puisi merupakan sistem tanda yang memiliki satuan tanda (minimal) seperti
kosakata atau bahasa kiasan yang meliputi personifikasi, simile, metafora, dan
metonimia. Tanda-tanda ini bermakna dalam konvensi sastra. Di antara konvensi itu
adalah konvensi kebahasaan, yakni: bahasa kiasan, sarana retorika, & gaya bahasa;
konvensi ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense; serta konvensi visual (bait, baris sajak,
enjambemen, sajak (rima), dan tipografi). Konvensi kepuitisan visual sajak dalam