Page 60 - buku-Puisi
P. 60
60
Kata di dalam puisi telah direkayasa oleh penyair. Ia akan menggunakan kata-
kata di luar kata-kata dalam keseharian. Kata-kata yang sudah lugas dan jelas dalam
bahasa sehari-hari dipertukartempatkan oleh kata-kata lain yang juga sudah biasa
digunakan di dalam bahasa sehari-hari. Kata ’jamrut’ dipertukartemaptkan dengan kata
’embun’ oleh Ramadhan. Selain penukartempatan, penyair juga merekayasanya melalui
pengubahan bentuk, seperti pada kata ’winka’ yang berasal dari bentuk kawin oleh
Sutardji. Begitupun dengan Chairil Anwar mengubah struktur ’kali ini’ dengan ’ini kali’.
Dalam puisi berjudul ”Malam di Teluk” Abdul Hadi WM menggunakan kata rusuk pada
baris ’Dan bulan yang tinggal rusuk’, kata yang tidak lazim dalam konvensi bahasa
sehari-hari.
Pergulatan para penyair itu bukan sekadar mencari-cari supaya produksi kata-
katanya dianggap sebagai puisi. Ia justru ingin menyampaikan resepsinya dalam wujud
yang indah, dalam wujud yang representatif sehingga puisi bukan sekadar
menyampaikan suatu kasus, melainkan generalisasi dari kasus-kasus itu. Kasus-kasus itu
direpresentasikan melalui analogi sehingga dipilihlah kata-kata yang berdimensi
generalistik. Bagaimana agar rasa sakit yang mendalam yang tak terkirakan
terkonkretkan sehingga dapat betul-betul dirasakan oleh pembacanya, penyair tidak
menggunakan kata-kata sakit sekali. Ia membuat metafor dengan kata-kata ’seperti
disayat sembilu’. Penggunaan kata demikian, di samping merupakan generalisasi dari
berbagai ragam rasa sakit, juga wujud rasa itu menjadi konkret. Kita diberi gambaran
bagaimana sembilu menyayat bagian dari tubuh kita.
Penggunaan kata-kata metafor sesungguhnya sebagai wujud dari kata yang
bermakna kias. Kata-kata kias dipergunakan penyair untuk mengiaskan sesuatu ke dalam