Page 62 - buku-Puisi
P. 62
62
jumpai adanya keanehan karena tidak pernah ada orang pergi mencari matahari. Kata-
kata demikian itulah pada dasarnya yang perlu digarisbawahi pembaca.
Sewaktu Anda bersedih hati, mungkin teman Anda akan memberikan nasihat,
”Jangan bersedih ah, esok toh matahari masih terbit”. Anda pun maklum bahwa esok
matahari masih terbit (sekalipun ada gerhana matahari total!)., dan Anda pun maklum
bahwa penggunaan frase ”matahari masih terbit” di atas berhubungan dengan ungkapan
”hidup kita masih panjang dan di depan terentang sejuta harapan”. Bila demikian
halnya, bentuk matahari dapat kita tetapkan sebagai simbol, dalam hal ini adalah
termasuk ragam natural symbol.
Pada larik ketiga, kembali dijumpai adanya keanehan karena larik ”ketika salju
turun” berhubungan dengan keinginan seseorang untuk pergi serta berhubungan dengan
matahari, dan kitapun maklum, saat salju turun, orang lebih senang tinggal di rumah
daripada pergi. Dengan demikian, untuk salju dan turun dapat ditetapkan sebagai simbol
yang acuannya bersifat konotatif. Bentuk tersebut lebih dapat dikelompokan dalam satu
kesatuan salju turun yang termasuk dalam natural symbol.
Bila kita mendengar orang berkata, ”Pohon itu daunnya berguguran”, mungkin
tidak akan terasa aneh. Akan tetapi, bila ada pohon kehilangan daun, kita tentu akan
berpikir sejenak. Apakah pohon itu merasa dan sadar bahwa dirinya telah kehilangan
daun? Dari adanya berbagai macam pertanyaan yang pada dasarnya juga menyiratkan
adanya berbagai makna yang terkandung dalam larik tersebut, akhirnya dapat juga kita
tetapkan bahwa bentuk pohon dan daun adalah simbol.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang tergolong
ke dalam simbol adalah kata yang bermakna kias.