Page 344 - My FlipBook
P. 344
Bagian Kempat
penuntunnya disebut "romo kyai" atau "mursyid", sementara itu dikalangan
kaum abangan disebut bermacam-macam, sesuai dengan sosialisasi nama
setiap renungan dan gerakan kebatinan (untuk selanjutnya kita sebut
("kebatinan" saja) yang bersangkutan. Tampaknya belum ada penelitian
khusus tentang hubungan antara "tarekat" dan "kebatinan" ini dalam praktik
kejiwaan antara kalangan pesantren dan abangan tersebut. Ada yang mencoba
untuk menduga, bahwa kecenderungan menyukai kebatinan adalah
disebabkan meneruskan tradisi yang diajarkan Syekh Siti Jenar dan
kelompoknya. Sementara itu kecendurungan menyukai tarekat karena
memang meneruskan tradisi tarekat di dunia Islam, antra lain yang berasal dari
Timur Tengah terutama, yang kemudia ditradisikan di lembaga-lembaga
pesantren di bawah bimbingan "romo kyai" atau para "mursyid". Dengan
memperhatikan isi dari ajaran berbagai macam Kepercayaan TME desawa ini,
boleh diduga bahwa muatan ajaran yang kemudian diteruskan berupa amalan-
amalan, patut diduga isi dan amalan kebatinan adalah dari proses akulturasi
antaragama (Hidu, Buddha, Islam terutama) atau akulturasi antara agama dan
religi setempat.
Kedua, segmen masyarakat khusus (elite). Mereka terdiri dari orang-
orang terpelajar kebanyakan. Untuk kalangan elite ini, paling tidak sejak
permulaan abad ke-20, ada gerakan internasional yang disebut "Theosofi".
gerakan ini pertama kali didirikan oleh New York (1875) oleh seorang
bangsawan Rusia yang bernama Helena Petrova Blavatsky, yang kalangan
orang waktu itu menganggapnya sebagai orang yang berbakat memahami
jejadian-kejadian gaib (Nugraha, 2001: 7). Gerakan ini wacananya adalah
sebagai sarana perlawan yang bersifat kultural terhadap pemerintahan
kolonial. oleh karena itu, karena pada masa wal ke-20 mulai bertumbuh
kesadaran berbangsa di kalangan para kaum terpelajar Indonesia, maka geraka
theosofi ini mulai mendapat perhatian dan simpati di kalangan mereka.
Menurut hasil penelitian Daivd Reeve seperti dikutip oleh Iskandar P.
Nugraha, ternyata organisasi nasionalis Boedi Oetomo (BO) dan organisasi
bercorak politik Indoshe Partij (IP), ada keterkaitan erat dengan gerakan
theosofi yang mulai laku di Indonesia (Nugraha, 2001: 2). Sudah banyak
tokoh-tokoh terpelajar waktu itu yang pernah terlibat, aktivis, atau bahkan
menjadi tokoh gerakan theosofi ini, misalnya Goenawan Mangoenkoesoemo,
Tjipto Mangoenkoesoemo, H. Agus Salim, Amir Sjarifoedin, H. Mutahar
332