Page 345 - My FlipBook
P. 345
Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer
(pencipta lagu), termasuk ayahnya Soekarno, R. Soekemi, juga penganut
theosofi (Nugraha, 2001: 2, 3). Tegasnya, gerakan theosofi berhasil memikat
banyak kaum terpelajar Indonesia, khususnya kalangan kaum priyayi Jawad
an kalangan bangsawan lainnya (Nugraha, 2001: 3). Di sinilah nanti antra
segmen masyarakat luas (yang diwakili kalangan abangan) dan segmen kaum
elite atau kaum terpelajar akan bertemu dan tampaknya lalu bersama-sama
berjuang untuk eksistensi Kepercayaan TME pada masa-masa menjelang
proklamasi kemerdekaan Repoblik Indonesia dan masa-masa seterusnya.
Selanjutnya pada rentang waktu antara 1945-1950-an, mulai popular
sebutan “klenik-kebatinan” sebagai imbas dari perjuangan revolusi fisik
pescakemerdekaan. Demi untuk mempertahankan kemerdekaan dari
penguasaan kembali para penjajah (Belanda/NICA terutama), maka
masyarakat luas menggunakan berbagai macam cara untuk meperkuat diri
dalam rangka untuk menghalau para penjajah yang ingin bercokol kembali ke
bumi Indonesia. Maka, “klenik” (gerakan menggunakan magihitam), menjadi
popular yang kemudian dikaitkan dengan usaha-usaha spiritual yang lain. Lalu
muncullah istilah “aliran kebatinan”. Semulanya istilah “aliran kebatinan” ini
dianggap istilah yang baik, namun setelah tercampur dengan “klenik” tersebut,
maka istilah “aliran kebatinan” menjadi nama yang mulai dihindari (“disiriki”,
kata dalam Bahasa jawa). Tampaknya pengaruh suasana kemasyarakatan
berpengaruh pula pada pergeseran tekanan nama kebatinan tersebut.
Selanjutnya lagi, pada rentang waktu antara 1950-970-an, sebutan
“kebatinan” (yang dirumuskan dengan istilah “kebatinan, kejiwaan,
kerohanian”) menjadi lebih popular. Apalagi hal itu diperkuat dengan
dilaksanakannya sebuah symposium dengan nama symposium Kepercayaan
(Kebatinan), Kejiwaan, Kerohanian) pada tanggal 7-9 November 1970 di
Yogyakarta (Damami, 2011: 110). Dalam rentang tahun-tahun 1950-1970-an,
tampaknya masyarakt luas haus akan ketenangan dan kedamaian. Sebab, pada
rentang waktu 2 (dua) decade tersebut pertikaian paham dan praktik politik
sangat luar biasa, apalagi setelah Presiden Sukarno melibatkan negara
Republik Indonesia dalam percanturan politik dunia antara “Blok Barat” di
bawah pimpinan Amerika yang kapitalistis dan “Blol Timur” di bawah
pimpinan Uni Soviet yang sosilistis-komunistis. Masyarakat luas mengalami
kebingungan tentang arah politik yang seharusnya dilakukan, disamping dera
penderitaan ekonomi masyarakat makin menjadi-jadi. Dalam kondisi bingung
333