Page 349 - My FlipBook
P. 349

Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer


               samapai  ada  penghinaan  dan  penodaan  agama,  bukan  ikut  pengitervensi
               muatan ajaran agama yang ada.
                     Sama halnya dengan Kepercayaan TME. Di sinipun tidak diperbolehkan
               terjadi penodaan atau penghinaan terhadapnnya. Bahwa Kepercayaan TME
               adalah  “budaya  spiritual”.  Sebab,  kebanyakan  Keprcayaan  TME  lebih
               bernuansa  yang  menjurus  kea  rah  corak  mistisisme.  Sementara  itu  agama-
               agama besar yang dilindungi negara diatas memiliki 3 (tiga) komponen pokok
               meliputi  :  teologi  (ilmu  yang  membahas  tentang  di  selingkar  yang  disebut
               “Tuhan”),  eskatologi  (ilmu  yang  membicarakan  tentang  kehidupan  setelah
               mati), dan dogma keslamata (salvation). Bahkan alam agama Islam ada ajaran-
               ajaran  yang  meliputi  :  (1)  teologi  (ilmu  kalam);  (2)  fikih/hukum;  (3)
               tasawuf/mistik (termasuk akhlak); (4) falsafat; (5) politik/khilafah/syuro; (6)
               ekonomi; (7) pendidikan; (8) dakwah; (9) kebudayaan/tamaddun; (10) sains;
               (11) seni; dan (12) pembaharuan pemikiran. Dalam “teologi Islam” dibahas di
               dalamnya  sangat  detail  tentang  “keimanan”  (terhadap  Allah,  kitab  Allah,
               utusan Allah, malaikat llah, hari akhirat dan termasuk di dalamnya tentang
               “keselamatan” /eskatologi/, dan takdir atau ketetapan Allah yang tidak bisa
               diganggu-gugat oleh makhluk-Nya (Damami, 2011: 83). Dengan demikian,
               bila Kepercayaan TME dibandingkan dengan muatan agama Islam, sungguh
               sukar untuk dapat menyamakannya. Bedanaya terlalu besar.
                Apa Wujud Pelayanan Negara?

                     Kalau menlihat sejarah, ternyata proses implementasi Undang-undang
               dasar 1945 Bab XI di bawah judul “Agama” Fasal  29 ayat 1 dan 2, dalam
               ranah  eksukutif  yang  dalam  hal  ini  diwujudkan  dalam  bentuk
               Kementrian/Departemen dalam susunan cabinet pemerintahan, ternyata tidak
               mudah.  Hal  ini  terbukti  ketika  lembaga  Panitia  Persiapan  Kemerdekaan
               Indonesia  (PPKI)  membicarakan  akan  didirikan/diadakan  “Kementrian
               Agama”, maka dalam siding yang menentang ada 27 orang, sedangkan yang
               setuju 6 orang. Lalu, ketika cabinet Sjahrir I (14 November 1945 – Jnuni 1946)
               akan  dibentuk,  maka  atas  usul  KNIP  (Komite  Nasional  Indonesia  Pusat)
               berdasar prakarsa Kyai Hani Abudardiri, Kyai Haja Saleh Su’aidy, dan M.
               Sukoso  Wiryosaputro  serta  didukung  penuh  oleh  Mohammad  Natsir,  Dr.
               Muwardi,  Dr.  Marzuki  Mahdi,  dan  M.  Kartosudarmo,  dibentuklah
               “Departemen Agama Republik Indonesia” secara resmi dalam cabinet tersebut
               dan  Menteri  Agama  pertamanya  adalah  H.H.  Rasjidi,  B.A.  Kecurigaan-
               kecurigaan  kaum  nasionalis-sekuler  terhadap  kemungkinan-kemungkinan
               didirikan  Departemen  Agama  dalam  susunan  cabinet-kabinet  di  negara





                                                                                       337
   344   345   346   347   348   349   350   351   352   353   354