Page 348 - My FlipBook
P. 348
Bagian Kempat
TME ini adalah ada atau tidak lembaga yang diberikan wewenang untuk
merevitalisasi ajaran Kepercayaan TME tersebut.
Ada satu hal lagi yang patutu dicatatkan di sini bahwa apakah dari kedua
jenis Kepercyaan TME ini ada kerjasama yang baik untuk mengatasi
kemungkinan-kemungkinan perbedaan yang ada dan mungkin akan terjadi di
internal mereka. Sebab dengan begitu banyaknya sekte, yang di kalangan
Kepercayaan TME disebut “wadah sosial”, yaitu tak kurang dari 245
sekte/wadah sosial, barangkali tidak akan begitu mudah untuk menyatukan
pendapat di Kalanga mereka itu. Mungkin saja perbedaan dalam hal bangunan
ajaran, bisa juga dari segi pengaturan keorganisasian di bawah nama
“Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.
Masalah Perbedaan dengan “Agama”
Harus diakui, bahwa Indonesia memang mengikuti cara berpikir bahwa
negara ikut mengatur lalu-lintas pergaulan agama dan kepercyaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini antara lain disebabkan dalam Pencasila
terdapat butir sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu, mau tak mau,
negera ikut mengatur dalam urusan agama ini, walaupun tidak sampai
mengintervensi samapi tingkat “ajaran” dari agama yang bersangkutan.
Sebagai realisasi keikutsertaan negara dalam hal pengaturan lalu-lintas
pergaulan antaragama di atas, maka ada agama yang disebut “resmi”
dilindungi negera, seperti Hindu, Buddha, Islam, Konghucu, Protestan, dan
Katolik. Masih dimungkinkan untuk diterima juga agama Yahudi,
zarasusstrian, Shinto dan Taoisme (Damami, 2018: 348). Lalu ada pertanyaan,
apa sebenarnya yang disebut “agama”, atau paling tidak apa kisi-kisi yang
dianggap baku untuk menilai bahwa hal itu “agma” atau bukan? Di sinilah
orang mulai sukar untuk menjawabnya. Sungguhpun begitu, tuntutan
pertanyaan tersebut secara terus-menerus meminta jawaban. Oleh karena itu,
perlu dicarikan jalan keluar secara lebih adil. Salah satu alat pemecahannya
adalah perlu “ilmu agama” (Science of Religion) dan studi tentang agama (The
Study of Religion) menjadi bidang keilmuan yang berlu dilembagakan dan
disosialisasikan di negera Republik Indonesia. Sebab dengan ilmu-ilmu
semacam itu akan mudah diketahui mana ajaran intii setiap agma yang tidak
boleh diganggu-gugat, sekalipun amat besar perbedaannya dengan agama-
agama lainnya. Pengaturan agama dari aspek politik hanya diberlakukan kalau
336