Page 449 - My FlipBook
P. 449
Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer
Berikutnya, keenam, Terbukti secara akademik, dalam mengusung
gagasan-gagasannya, kaum pluralis melakukan reduksi dan distorsi atas konsep-
konsep kunci dalam Islam seperti makna Islam, Keselamatan, Ahli Kitab dan lain-
lain. Pluralisme agama, dengan demikian, tidak lebih dari sekedar “racun”
peradaban Barat yang materialis-sekularistik, cenderung berorientasi hegemonik
dan destruktif serta bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu hukumnya
HARAM. Ketujuh, basis paradigm Pluralisme Agama yang problematik pada
dirinya sendiri, kontradiktif dan bertentangan dengan Matan keyakinandan Cita-
cita Hidup Muhammadiyah pada point pertama : “Muhammadiyah adalah
Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk
terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah s.w.t. untuk
melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khaifah Allah di muka
bumi.”
Kedelapan, Pluralisme Agama dengan segala wacana turunannya,
kontradiktif dan bertentangan dengan MKCH kita, khususnya pada point ke-2 :
“Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang
diwahyukan kepada RasulNya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan
seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad s.a.w. sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan
hidup materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.” Dalam masalah akidah dan
ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam artian haram
mencampuradukkan antara akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan
ibadah pemeluk agama lain. 384
م
م
م
.تمدبع ام دباع نَ مأ لَو .دبعمأ ام نودباع ،ت نمأ لَو .نودبع ت ام دبعمأ لَ .نورفام كْ لا اه يمأيَ لق ل
ُْ
ٌ
ْلْ
لْ م لْ م م
لْ م
ل
ل
م ل م
م م م
م لْ م
مم م
م ل م ْ
م
م م ْ
ل
م
م
م
1 - 6 ) : نورفاكلا ةروس( م نير م لِو ،ل كنير ،ل كم ل .دبعمأ ام نودباع ،ت نمأ لَو م
لْ م
ل
ل ْ م
ل
ْ
م ل م ْ
م م ْ
Kesembilan, Untuk mewujudkan kedamaian dan kerukunan dalam realitas
bangsa yang majemuk dan pluralistik, pedekatan “setuju dalam perbedaan” (agree
in disagree) yang digagas oleh Prof. A Mukti Ali lebih tepat dijadikan pilihan.
Pendekatan ini cukup ideal karena akan melahirkan sikap toleransi dan saling
menghormati. Dalam menjalankan berbagai kegiatan dakwah dan tabligh di
384 Lihat, Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Munas VII Majelis Ulama Indonesia (Jakarta : MUI,
2005), hal. 58-66
437