Page 75 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 75
B. Sistem Pemilu
Telah banyak ilmuwan menjelaskan pengertian dari sistem pemilu. Blais dan
Massicotte (2002) mendefinisikan sistem pemilu sebagai “bagaimana suara
diberikan dan kursi dialokasikan.” Senada dengan itu, Reynolds, Reilly, Ellis,
et. al. (2016) menjelaskan bahwa “sistem pemilu mengkonversi perolehan
suara dalam sebuah pemilu menjadi kursi-kursi yang dimenangkan oleh
para Parpol dan para calon.” Sedangkan Gallagher dan Mitchell (2005)
mendefinisikan sistem pemilu sebagai “sekumpulan aturan yang
menstruktur bagaimana suara diberikan pada pemilu untuk wakil rakyat
dan bagaimana suara ini kemudian dikonversi menjadi kursi ke dalam
lembaga perwakilan.”
Lebih lanjut, Blais dan Massicotte (2002) menjelaskan kriteria-kriteria dalam
memilih sebuah sistem pemilu, yaitu:
1. Menjamin representasi politik;
2. Membuat pemilu dapat diakses dengan mudah dan penuh makna;
3. Menyediakan insentif bagi terbentuknya koalisi;
4. Memfasilitasi pemerintahan yang stabil dan efisien;
5. Meningkatkan akuntabilitas;
6. Mendorong Parpol yang memiliki nilai politik dan idelologi yang luas
sekaligus memiliki program-program kebijakan yang spesifik;
7. Mempromosikan oposisi; dan
8. Mempertimbangkan biaya dan kapasitas administratif.
Sedangkan Carter dan Farrell (2010) menjelaskan konsekuensi dari sebuah
sistem pemilu, yaitu:
1. Pengaruh (dis)proporsionalitas:
Ketika sebuah sistem pemilu tertentu menterjemahkan atau
mengkonversi suara ke kursi dengan cara yang relatif lebih proporsional,
sistem pemilu yang lain cenderung melakukannya dengan cara yang
kurang proporsional. Konsekuensinya, ada Parpol yang memiliki kursi
yang lebih tinggi atau rendah daripada perolehan suaranya jika
dibandingkan dengan Parpol-Parpol yang lain.
BAB 3 – SISTEM PEMILU 59

