Page 131 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 131

Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi



                     Dr. Achmad Mochtar berhasil mencapai gelar doktor (Ph.D) di

                     bidang kedokteran pada tahun 1927 (De Telegraaf, 11-02-1927).

                     Disertasinya  yang  berjudul  “Onderzoekingen  omtrent  eenige

                     leptospirenstammen” pada intinya telah mengugurkan hipotesis
                     Dr. Hideyo Noguchi tentang lepstospira sebagai kemungkinan

                     penyebab demam kuning. Apa konsekuensi dari disertasi ini

                     terhadap reputasi Dr. Noguchi dan imbalannya bagi Mochtar

                     sendiri, akan kita kupas dalam bagian berikutnya dalam buku
                     ini.

                             Menurut  penelusuran  Poeze  (2014:220),  Achmad

                     Mochtar adalah orang pribumi Indonesia dan alumni STOVIA

                     keenam yang mendapat promosi doktor di Negeri Belanda.

                     Sebelumnya, telah lulus dalam ujian promosi Dr. Mohammad
                     Sjaaf (di Amsterdam, 1923), Dr. Sardjito (Leiden, 1923), J.A.

                     Lattumeten  (Utrecht,  1924),  Raden  Soesilo  (April  1925),  dan

                     H.J.D. Appituley (Juli 1925). Achmad Mochtar sendiri lulus

                     ujian doktor bulan Februari 1927.
                             Beberapa orang alumni STOVIA menyusul Mochtar pada

                     tahun-tahun berikutnya. Dr. A.B. Andu lulus Januari 1928,

                     Tengkoe Mansoer (Mei 1928), R.M. Saleh Mangoendihardjo

                     (1928), M.H. Sulaiman (Mei 1929 di Leiden). Selanjutnya

                     Mas Soeribroto Antariksa, Sjoeib Prohoeman, dan Seno
                     Sastroamidjojo, ketiganya lulus tahun 1930 (Poeze, 2014:220).

                             Setelah promosi doktor bulan Februari 1927, Achmad

                     Mochtar dan keluarganya masih tinggal di Belanda hingga

                     sembilan bulan berikutnya. Mungkin saja, dalam rentang waktu

                     itu, ia masih sibuk bekerja atau berdiskusi dengan sang mentor


                                                           102
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136