Page 126 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 126
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
bimbingan Dr. W. Schüffner di universitas yang sama sembari
bekerja sebagai asisten Dr. W. Schuffner di Koloniaal Intituut
Amsterdam. Pada periode ini, termasuk sembilan dokter yang
datang sebelum dia, ditambah yang datang kemudian hingga
tahun 1930, ada belasan lulusan STOVIA yang melanjutkan
studi di Negeri Belanda.
Selain Soetomo (STOVIA 1911), Goenawan (1911),
Sardjito (1914), Mohammad Sjaaf (1913), dan Mochtar (1916),
lulusan STOVIA yang meneruskan pendidikan di Negeri
Belanda antara lain adalah J.A. Latumeten (1911), J.B. Sitanala
(1912), Raden Djaenal Asikin Widjaja Koesoema (1914), R.
Soemitro Hadibroto (1915), R. Achmad Sastroamidjojo (1916),
Mas Soeriobroto Antariksa (1918), Sjoeib Prohoeman (1918),
Marto Atmodjo (1918), R. Boentaran Martoatmodjo (1918), dan
Jean Eduard Karamoy (1921). Satu lagi yang datang kemudian
adalah Mas Soeriobroto Antariksa. Tapi sebenarnya dia adalah
tamatan STOVIA yang paling senior (1908), dan umurnya
paling tua (Gunseikanbu:305).
Soetomo, pendiri Budi Utomo bersama Goenawan, juga
termasuk yang paling tua umurnya di antara para mahasiswa
kedokteran, dikenal memiliki wibawa yang besar di antara
mahasiswa Indonesia di Belanda. Rumah Soetomo sering
menjadi tempat pertemuan mahasiswa Indonesia, dan sesudah
tidak lagi menjadi ketua PH pun nasihatnya masih selalu
diminta oleh para mahasiswa yang semakin radikal itu. Sesudah
menempuh ujian dokter, Soetomo lebih lanjut mengambil
spesialisasi bidang penyakit kulit dan kelamin di Hamburg
97