Page 304 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 304
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
Tangerang – Batavia sejauh 2 x 26 km tiap hari. Tapi ayahnya
menyediakan mobil kecil Austin berikut sopir, jadi tidak ada
masalah dengan transportasi. Sepulang dari sekolah jam 11,
Asikin selalu menunggu kedua kakaknya di Hastarimba. Setelah
mereka datang sekitar jam 1-2 siang, barulah mereka bersama-
sama pulang ke Tangerang. Hal itu membuat Asikin dan kedua
kakaknya menjadi sangat dekat dengan oom dan tantenya.
Asikin masih ingat betapa waktu itu ia hanya bisa berbahasa
Belanda, dan di kelasnya hanya ada dua anak pribumi. Selain
dia, satunya lagi anak Bupati Cianjur.
Akhir tahun 1930-an, kedua anak Mochtar, Baharsjah
dan Imramsjah Ade Mochtar berangkat ke Belanda untuk
melanjutkan studi kedokteran –mengikuti jejak ayah mereka.
Mochtar yang kini tinggal berdua dengan Hasnah, makin
rajin mengundang keluarga dan kerabatnya berkunjung atau
menginap di rumah “Hastarimba”. Beberapa orang keponakan
–baik dari jalur matrilinial Mochtar maupun dari pihak Siti
Hasnah– juga ada yang tinggal di sana. Seperti Rika (Rebecca),
kemenakan Mochtar, atau pun Nursjamsu dan kakaknya
Chairoel Anwar dari pihak Siti Hasnah. Bahkan, saudara
perempuan Hasnah pun sering menginap di rumah itu. Jadi
rumah “Hastarimba” selalu ramai.
Melanjutkan kisah Ali Hanafiah seperti yang dituangkan
dalam memoarnya dan diamini oleh Asikin, sebelum
pendudukan tentara Jepang, Hanafiah mengungsikan
keluarganya ke Hastarimba dengan alasan keamanan. Mereka
275