Page 307 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 307
Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi
Untunglah anak-anak dan keponakan yang selama ini
mereka asuh, tetap setia menemani dan menghiburnya. Asikin
mengenang, meskipun waktu itu mereka sudah tinggal di
rumah sendiri di Taman Kimia, tetapi ayah dan ibunya tetap
rajin mendatangi “Hastarimba” untuk menghibur kakaknya.
Dengan demikian, Hasnah tidak terlalu kesepian.
Lagi pula, di antara keponakan Mochtar dan Hasnah
masih tetap tinggal di sana. Paling tidak, Asikin mengingat
tiga orang yang tinggal bersama Hasnah, yaitu Chairoel, Rika,
dan Sam (Nursjamsu). Informasi ini dibenarkan Dr. Amendi
2
Nasution (Mendi) dalam wawancara terpisah. Ia menambahkan
bahwa ibunya (Nursjamsu) sangat dekat dengan Siti Hasnah.
“Ketika sudah meninggalkan Hastarimba di tahun 1957, ibu
saya paling tidak 2-3 kali seminggu pasti mengunjungi Tuo
Hasnah yang mulai sakit-sakitan. Waktu Tuo Hasnah meninggal
(1963), ibu saya termasuk yang paling sibuk mengurusnya
hingga dimakamkan di TPU Karet,” kenang Mendi.
Pendidikan Belanda, Budaya Minangkabau
Seperti telah diuraikan di bagian muka buku ini,
Mochtar adalah putra Bonjol yang lahir dan dibesarkan dalam
budaya Minang. Walaupun sejak kecil memperoleh pendidikan
2 Wawancara daring dilakukan pada 6 November 2020. Dr. Amendi Nasution
adalah anak dari alm. Nursjamsu dan Basyaruddin Nasution yang menikah
4 April 1947. Setelah menikah mereka sempat tinggal di paviliun Hastarimba
menemani Siti Hasnah yang telah kehilangan suami tercintanya. Sekitar tahun
1957, Nursjamsu sekeluarga indah ke rumah sendiri di jalan Subang, ketika
Mendi berusia 5 tahun.
278