Page 308 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 308
Prof. Dr. Achmad Mochtar: Ilmuwan Kelas Dunia Korban Kejahatan Perang Jepang
di sekolah Belanda hingga memperoleh gelar Doktor di
negeri penjajah, ia sama sekali tidak melupakan akar budaya
Minangkabau dalam praktik kehidupan sehari-hari. Tidak
berlebihan kalau kita menyebut bahwa Mochtar merupakan
contoh yang sempurna dari praktik peran ganda “bapak dan
mamak” yang melekat pada setiap lelaki Minangkabau: “anak
dipangku kemenakan dibimbing”. Dia tidak hanya seorang ayah
yang baik, tetapi juga mamak yang bertanggung jawab. Mochtar
mengasuh dan menyekolahkan anak-anak dan kemenakannya,
baik yang berasal dari keluarga matrilinialnya sendiri maupun
yang dari pihak keluarga besar istrinya.
Mochtar memang prototipe kebanyakan tokoh-tokoh
besar asal Minangkabau yang juga berpendidikan Barat,
tetapi tidak melupakan akar budaya dan nilai-nilai kehidupan
tradisional mereka seperti Bung Hatta, Mohammad Yamin,
Agus Salim, dan lain-lain. Mereka sangat peduli dengan keluarga
besarnya. Keluarga besar di sini bukan hanya berarti keluarga
matrilinial dari pihak laki-laki, tetapi juga keluarga dari istrinya.
Masih lekat dalam ingatan Prof. Dr. Siti Chairani, cucu
matrilinial Mochtar dari adik perempuannya yang juga bernama
Siti Chairani. Mungkin mengingat kampung asalnya di Bonjol
pada masa itu tidak ada dokter, adiknya disuruh Mochtar agar
melahirkan di tempat dia bertugas. “Cerita ibu saya, nenek saya
Siti Chairani selalu merasa tenang dan nyaman melahirkan di
tempat abangnya. Karena itu, ibu saya Rebecca lahir di Tanjung
279