Page 26 - E-LKM ANNELIDA
P. 26
Masyarakat Desa Latuhalat, Ambon, biasanya
menangkap cacing Laor (Lysidice oele), yang
dikenal dengan nama cacing Wawo, dengan
menggunakan tango segitiga. Hasil tangkapan
cacing Laor kemudian diolah menjadi berbagai
produk, seperti laor lawar, laor gulai, laor goreng,
dan laor asin (bakasang). Laor gulai dan laor
goreng biasanya diolah setelah ditangkap di
pantai. Pengolahan laor lawar menggunakan
kelapa goreng yang ditumbuk hingga
mengeluarkan minyak, lalu dicampur dengan
sejumlah bumbu dapur dan ditaburi kacang tanah
atau kenari. Sementara itu, pengolahan bakasang
hanya menggunakan garam, lalu dituang ke
dalam botol dan dibiarkan berfermentasi selama
lebih dari satu tahun. Bakasang sebaiknya tidak
diolah oleh wanita yang sedang menstruasi
karena produk tersebut akan cepat membusuk
(Mahulette, 2020).
b. Pengolahan Laor di Desa Booi, Pulau Saparua,
Maluku Tengah
Penangkapan Laor di Pulau Saparua,
khususnya Desa Booi biasanya menggunakan
perahu sampan dengan tanggo berbentuk persegi
atau segitiga dan obor atau lampu petromax.
Masyarakat lebih tertarik menangkap laor yang
muncul pada malam kedua karena jumlahnya