Page 99 - KEMUHAMMADIYAHAN 03
P. 99
sekolah Gubernamen, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah jajahan, dianggap kafir atau Kristen. Oleh sebab
itu, Muhammad Darwis tidak belajar di sekolah Gubernamen.
Ia mendapatkan pendidikan khusus pendidikan keagamaan
dari ayahnya sendiri.
Pada abad ke-19 berkembang tradisi mengirimkan anak
kepada guru untuk menuntut ilmu, di mana menurut Karel
Steebbrink sebagaimana dikutip oleh Weinata Sairin bahwa
ada enam macam guru yang terkenal pada masa itu; guru ngaji
Alquran, guru kitab, guru tarekat, guru untuk ilmu ghaib, guru
penjual jimat dan lain-lain dan guru yang tidak menetap di
tempat. Dari lima macam guru, Muhammad Darwis belajar
mengaji Alquran pada ayahnya, sedangkan belajar kitab pada
45
guru-guru yang lain.
Setelah menginjak dewasa, Muhammad Darwis mulai
membuka kebetan kitab dan mengaji kepada KH. Muhammad
Saleh dalam bidang pelajaran ilmu Fiqih dan kepada K.H.
Muhsin dalam bidang ilmu nahwu. Kedua gurunya tersebut,
merupakan kakak ipar yang rumahnya berdampingan dalam
satu komplek. Sedangkan pelajaran yang lain berguru kepada
ayahnya sendiri, juga berguru kepada KH. Muhammad Noor
bin KH. Fadlil, Hoofd Panghulu Hakim Kota Yogyakarta dan
45 Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah..., 39.
86