Page 69 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 69

50    Dr. Julius Sembiring, S.H., MPA.


                Istilah ‘masyarakat adat’ pertama sekali disepakati di
            kalangan aktifis NGO yang bergerak di bidang HAM dan
            Lingkungan  bersama sejumlah tokoh adat dalam sebuah
            sarasehan yang diselenggarakan oleh WALHI pada tahun
            1993  di  Tana  Toraja. Dalam Kongres Masyarakat  Adat
            Nusantara I di Jakarta pada tanggal 17 s/d 22 Maret 1999
            ditegaskan  bahwa  yang dimaksud  dengan  ‘masyarakat
            adat’  ialah kelompok masyarakat  yang memiliki  asal-
            usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis

            tertentu,  serta memiliki  sistem nilai, ideologi,  ekonomi,
            politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri.
                Istilah  masyarakat adat  tersebut sesuai dengan  hasil
            lokakarya Jaringan Pembelaan Hak-Hak Masyarakat Adat
            (JAPHAMA) di Tana Toraja tahun 1993, yang merumuskan

            definisi  tentang  masyarakat  adat  sebagai  ”...  kelompok
            masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun-
            temurun)  di  wilayah  geografis  tertentu,  serta  memiliki
            sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial, dan
            wilayah sendiri”.
                Definisi  yang  telah  dirumuskan  oleh  JAPHAMA

            dengan  tegas  memperlihatkan  ciri-ciri  masyarakat  adat,
            yaitu: 70
            1.   memiliki asal-usul  leluhur  secara  turun-temurun  di
                wilayah geografis tertentu;

            2.  memiliki sistem nilai sendiri;



            70  ibid, hlm.24.
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74