Page 28 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 28

Sejarah Akses dan Kontrol Sumber-Sumber Agraria

                Hadirnya bentuk-bentuk penguasaan sumber-sumber
           agraria oleh negara dan swasta dalam bentuk areal perkebunan
           dan kehutanan, akan beriringan dengan lepasnya akses dan
           kontrol (enclosure) petani terhadap lahan garapan. Hadirnya
           perusahaan perkebunan dan kehutanan bermodal besar
           (negara dan swasta) ini, telah menggeser pola-pola ekonomi
           skala rumah tangga petani (satuan ekonomi terkecil) di
           pedesaan menjadi tenaga kerja upahan lepas. Proses-proses
           demikianlah yang akan diuraikan dalam riwayat penguasaan
           lahan di Dangiang, yakni penguasaan dan pendudukan lahan
           areal perkebunan, sedang di Sukatani, areal kehutanan.
                Khususnya di Dangiang, masuknya perusahaan per-
           kebunan teh skala besar milik PTPN VIII Dayeuh Manggung
           di era 70-an telah menyebabkan terjadinya proses pelepasan
           akses dan kontrol petani atas lahan garapan. Kondisi ini
           berdampak pada terlemparnya penduduk dari desa dan men-
           jadi tenaga kerja upahan (buruh) industri dan sektor infor-
           mal di kota. Pasca jatuhnya rejim orde baru yang diawali
           krisis ekonomi tahun 1997, munculnya aksi pendudukan
           lahan oleh warga (reclaiming) atas lahan perkebunan sebagai
           bentuk inisiatif yang hadir dari bawah, merupakan sedikit
           penggalan riwayat akses dan kontrol terhadap sumber-sumber
           agraria di dataran tinggi hamparan Cikuray. Seperti yang
           diceritakan oleh Nani, seorang saksi dan pelaku sejarah pen-
           dudukan lahan di perkebunan teh milik PTPN:
                “....Sebelum tahun 72, masyarakat di kecamatan Cilawu
                mayoritas petani yang menggarap di areal kehutanan hamparan
                Cikuray. Namun mulai tahun 72, terjadi perubahan situasi
                dengan masuknya perkebunan teh PTPN VIII Dayeuh
                Manggung yang menyebabkan masyarakat terusir dari areal
                garapan mereka dan sekitar 80% laki-laki harus migrasi ke kota
                seperti Jakarta bekerja sebagi penjual golok, pedagang makanan
                keliling, buruh bangunan, buruh pabrik kerupuk serta pengrajin
                dompet dan ikat pinggang kulit, dan sebagainya. Sejak saat itu
                                                                  14
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33