Page 32 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 32

pp    p         p  gg  p
           Januari  2000  Petani  penggarap  diserbu  oleh  preman  yang
                         dikondisikan oleh pihak PTPN Nusantara VIII
           Juli 2000     Petani penggarap mendatangi DPR/MPR
            Oktober 2000   Pihak  Dalmas Polres Garut mendatangi  petani
                         penggarap  untuk melakukan pengamanan, karena
                         petani tetap bersikeras untuk menggarap lahan tersebut.
                         Petani penggarap karena kesal terhadap Dalmas Polres
                         Garut, dengan cara dialog dan adu argumentasi yang
                         panjang berhasil mengusir Dalmas Polres Garut

                  Tabel 2. Sejarah Akses Perkebunan di Desa Dangiang
                Bila di Dangiang (hamparan Cikuray) sejarah pelepasan
           petani dari lahan garapan di era tahun 70-an disebabkan oleh
           penetrasi perusahaan perkebunan teh negara, di desa Sukatani
           (hamparan Papandayan) proses pelepasan petani dari lahan
           garapan akibat penerapan model pengelolaan hutan dan hasil
           hutan yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi oleh
           perusahaan kehutanan negara, yakni, Perhutani. Seperti yang
           diungkapkan Pellusso (2008), gagasan bahwa penguasaan
           negara atas kawasan hutan dan hasil hutan adalah demi
           kemaslahatan yang lebih luas, kelak akan terus merasuki
           kebijakan kehutanan Indonesia, lama sesudah Belanda angkat
           kaki dari Indonesia. 1
                Akses dan kontrol warga desa Sukatani di areal
           kehutanan daerah dataran tinggi Garut, pada masa orde baru
           mengalami ketimpangan penguasaan antar warga desa.



               1  Menurut Peluso (2008), menjelang akhir abad ke 19, sebuah konsep
           pengelolaan hutan yang berkelanjutan oleh negara – dan demi keuntungan
           negara sendiri – mulai mempengaruhi para pengelola hutan-hutan Jawa
           sementara konsep ini memapankan diri di negeri-negeri lain. Dinas
           Kehutanan, yang berawal sebagai perusahaan produksi, mengembangkan
           perannya selaku pelindung dengan memperluas kegiatan pengawasan
           dan memformalkan suatu ideologi yang baru muncul, yakni konservasi
           oleh negara. Undang-undang Kehutanan Tahun 1927 adalah kulminasi
           dari setengah abad kegiatan “coba dan ralat”. Undang-undang itu mewakili
           penegakan suatu ideologi legitimasi negara untuk menguasai seperempat
           luasan tanah pulau Jawa.
                                                                  18
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37