Page 33 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 33
Menurut keterangan Kang Abed (40), ketua organisasi tani
local (OTL) SPP desa Sukatani:
“...Penguasaan lahan-lahan kehutanan terkonsentrasi pada elite-
elite desa yang mempunyai areal garapan luas di kawasan hutan
Perhutani. Sementara warga miskin desa bekerja sebagai tenaga
kerja upahan pada elit-elit desa tersebut. Pada tahun 2003,
melalui surat edaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat No. 522
tentang pelarangan tumpang sari serta menggelar Operasi
Wanalaga Lodaya yaitu sebuah operasi terpadu yang melibatkan
semua instansi untuk mengeluarkan penggarap di kawasan hutan
lindung di kaki gunung Papandayan membuat para elite desa
dan yang menguasai lahan garapan luas di areal Perhutani beserta
para buruh tani harus meninggalkan lahan garapan mereka
karena perasaan takut meskipun operasi tersebut tidak dilakukan
di desa Sukatani melainkan di desa tetangga, Sarimukti. Pasca
operasi itu, kehidupan masyarakat semakin sulit, tidak hanya
buruh tani dan tukang ojek yang kehilangan pekerjaan, para
bandar sayuran pun mengalami banyak kerugian bahkan hampir
tutup (bangkrut). Beberapa bulan setelah operasi tersebut, warga
yang dahulunya buruh tani pada tuan tanah masuk kembali ke
areal garapan yang telah ditinggal oleh para tuan tanah. Jadi
sebelum ada SPP, warga sudah mulai masuk ke daerah
Perhutani. Sementara para tuan tanah tidak berani kembali.
Saat ini, para buruh tani (orang miskin) sudah punya lahan dan
tergabung dalam SPP. Sementara para tuan tanah akhirnya dapat
kembali menggarap akan tetapi tergabung dalam PHBM. Secara
organisasi, SPP menolak ikut dalam PHBM”
Waktu Peristiwa
1905 Pemerintah kolonial memperlebar penguasaan lahan di
blok Mansur, Kirtil, Pasangrahan, Kamper dan Kiara
Jigang dengan alasan masyarakat tidak mampu membayar
pajak tanah. Akhirnya areal tersebut dengan oleh warga.
Setelah menguasai areal kelola warga, Belanda
menetapkan tanah tersebut dijadikan areal perkebunan
murben yang dikelola oleh Jawatan Kehutanan Belanda.
Meskipun lahan tersebut telah dikuasai oleh pihak
Belanda, warga mencari areal-areal lain yang di
terlantarkan oleh onderneming menjadi areal kelola warga.
Pisang, singkong, dan umbi-umbian lainnya menjadi
tanaman warga untuk memenuhi kebutuhan hidup.
19