Page 112 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 112

Regulasi Pertanahan dan Semangat Keadilan Agraria  99


                  itu  diperkenalkan  tidak  berdasarkan  pada  suatu
                  konsep, tetapi karena kebutuhan praktis-pragmatis.
                  Secara  tersirat,  tanah  sewa  untuk  bangunan  itu
                  adalah  tanah  yang “disewa”  dari  BMN/D  dalam
                  jangka  waktu  60  tahun.  Pertanyaannya  adalah,
                  bagaimana “nasib”  pemilik  sarusun  dan  penyewa
                  sarusun ketika jangka waktu sewa berakhir dan tanah
                  kembali  dalam  penguasaan  pemilik  BMN/D?  Bagi
                  pemilik sarusun membeli sarusun di atas tanah sewa
                  itu  berarti  memiliki  sarusunnya  secara  individual
                  dan terpisah, tetapi tidak  memiliki tanah-bersama,
                  karena  tanah-bersama  hanya  dapat  berupa  tanah
                  hak,  yakni  HM,  HGB,  atau  HP,  yang  dapat  terjadi
                  di  atas  tanah  negara  atau  tanah  Hak  Pengelolaan
                  (HPL).  Dengan  demikian,  dalam  UURS  terjadi
                  inkonsistensi  internal  ketika  dirumuskan  Pasal  1
                  angka 4 (bandingkan dengan Pasal 1 angka 1, 3, 5, dan
                  6; Pasal 25 dan Pasal 47). Dalam pengertian rusun, ada
                  pemilikan yang bersifat individual dan terpisah yang
                  disebut dengan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
                  (HMRSS),  yang  sekaligus  mengandung pemilikan
                  bersama atas  tanah-bersama,  bagian-bersama,  dan
                  benda-bersama. Oleh karena itu pemilik sarusun di
                  atas tanah sewa berada di luar rezim hukum rumah
                  susun. Bagi penyewa rusun tidak ada masalah dengan
                  konsep  rusun,  karena  obyek  perjanjian  sewanya
                  adalah bangunan/unit rumah susun.


                  Dengan mengadopsi Pasal 1  angka 4,  tampaknya
                  Permen  ATR/Ka BPN No. 29  Tahun 2016 berada
                  di  persimpangan jalan karena konsep  rusun  yang
                  dipahami dalam  rezim  hukum  pertanahan adalah
                  yang mengenal  tanah-bersama  yang berstatus
                  tanah hak (HM, HGB, HP) dan bukan tanah sewa.
                  Seharusnya Permen ATR/Ka BPN No. 29 Tahun 2016
                  mengikuti saja PP No. 103 Tahun 2015 yang menjadi
                  induknya, sebagaimana Permen/K BPN No. 13 Tahun
                  2016 dan tidak malahan ikut larut dalam miskonsepsi
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117