Page 113 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 113
100 Prof. Dr. Maria SW Sumardjono., S.H., MCL., MPA
tentang rusun sebagaimana dimuat dalam Pasal 1
angka 4 UURS. Akibatnya Permen ATR/Ka BPN No.
29 Tahun 2016 semakin menjauh dari konsep rusun
tersebut.
Kedua, dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b disebutkan
bahwa Permen ATR/Ka BPN No. 29 Tahun 2016
bertujuan untuk mencegah peralihan hak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
atau di luar sistem hukum administrasi pertanahan
di Indonesia oleh Orang Asing dengan WNI.
Pertanyaaannya, bagaimana tujuan ini dapat dicapai
jika PP No.103 Tahun 2015 tidak memuat tentang
sanksi terhadap perjanjian “nominee” baik bagi
pejabat yang memfasilitasi maupun para pihak?
Ketiga, Permen ATR/Ka BPN No. 29 Tahun 2016,
alih-alih memberikan sanksi bagi penyelundupan
hukum, malahan justru membuat aturan yang
melanggar peraturan perundang-undangan terkait
konsepsi rusun dan sarusun. Bagaimana pelanggaran
itu terjadi? Sebagaimana dipahami, dalam konsep
tentang rusun, pemilikan secara individual dan
terpisah atas sarusun/flat/unit/apartemen itu
disebut sebagai hak milik atas satuan rumah susun
(HMSRS), apapun status tanah-bersamanya (HM,
HGB, Hak Pakai). Yang krusial dalam konteks
rusun adalah status tanah-bersamanya. Jika status
tanah-bersama adalah HGB, maka WNA tidak dapat
memiliki HMSRS. Pemilikan bersama antara tanah-
bersama, benda-bersama, dan bagian-bersama itu
tidak dapat dipisahkan dengan kepemilikan atas
sarusun (HMSRS)nya. Ketika Permen ATR/Ka BPN
No. 29 Tahun 2016 menyebutkan bahwa “Sarusun
yang semula dibangun di atas Hak Guna Bangunan
atau Hak Pengelolaan yang dimiliki oleh Orang
Asing karena jual beli, hibah, tukar menukar, dan
lelang, serta cara lain yang dimaksudkan untuk