Page 109 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 109
96 Prof. Dr. Maria SW Sumardjono., S.H., MCL., MPA
atau tidak berminat untuk membeli sarusun.
Kompromi yang dicapai melalui PP No. 103
Tahun 2015 merupakan “jalan pintas”, yakni tetap
mensyaratkan tanah atau tanah-bersama berstatus
HP tetapi HP diberikan dalam jangka waktu 30 tahun,
dapat diperpanjang selama 20 tahun dan dapat
diperbarui dalam jangka waktu 30 tahun. Pemberian
“kemudahan” ini justru menimbulkan permasalahan
baru, karena pertama, jangka waktu HP sama dengan
HGB, hal ini jelas bertentangan dengan PP No. 40
Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan HP atas Tanah
yang masih berlaku. Tentu alasan bahwa PP No.103
Tahun 2015 dianggap sebagai lex specialis, tidak
berlaku dalam hal ini. Semua ketentuan yang terkait
dengan jangka waktu hak atas tanah wajib tunduk
pada PP No. 40 Tahun 1996 sebagai peraturan
pelaksanaan UUPA. Pada masa pembentukan PP
No. 103 Tahun 2015, memang terdapat rencana untuk
melakukan revisi terhadap PP No. 40 Tahun 1996 dan
PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
tetapi hal itu belum pernah terwujud sampai dengan
saat terbitnya PP No.103 Tahun 2015 tersebut.
Kedua, PP No. 103 Tahun 2015 menjadi PP yang
eksklusif, jika tak hendak disebut diskriminatif.
Bagaimana dengan jangka HP waktu untuk WNI?
Bagi WNI, tidak ada perubahan jangka waktu HP,
yakni tetap mengacu kepada PP No. 40 Tahun 1996.
Jangka waktu HP adalah 25 tahun, dapat diperpanjang
20 tahun, dan dapat diperbaharui selama 25 tahun.
Berbagai kelemahan atau kekuranglengkapan PP
No. 40 Tahun 1996 justru tidak diperbaiki dalam
PP No. 103 Tahun 2015. Misalnya bagaimana jika
WNA mengalihkan haknya, atau membebankan
haknya sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan (HT). Demikian juga, bagaimana dengan