Page 178 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 178
upah pekerja menjadi lebih rendah. Selain itu, poin-poin lainnya yang mendapat banyaksorotan
adalah para pekerja kini berpotensi menjadi pekerja kontrak seumur hidup dan rentan PHK, serta
jam istirahat yang lebih sedikit.
PROTES KERAS ATAS PENGESAHAN UU OMNIBUS CIPTA KERJA
Meskipun banyak mendapatkan kritikan dari berbagai pihak, akhirnya DPR mengesahkan juga
omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU pada rapat paripurna di
DPR, Senin (5/10). Dari sembilan fraksi di DPR RI, hanya dua fraksi yang menolak pengesahan
itu, yaitu Fraksi PKS dan Partai Demokrat. Sejak pembahasan, RUU Cipta Kerja telah menuai
sejumlah kontroversi. Di antara deretan poin kontroversial adalah penghapusan upah minimum
kota/kabupaten (UMK) yang diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Ini dinilai membuat
upah pekerja menjadi lebih rendah. Selain itu, poin-poin lainnya yang mendapat banyaksorotan
adalah para pekerja kini berpotensi menjadi pekerja kontrak seumur hidup dan rentan PHK, serta
jam istirahat yang lebih sedikit.
Indonesia for Global Justice (IGJ) mengecam keras pengesahan RUU Omnibus Cipta Kerja yang
dilakukan oleh DPR dan Pemerintah Indonesia dengan cara-cara yang tidak demokratis dan
Inkonstitusional. Oleh karena itu, RUU Omnibus Cipta Kerja harus batal demi hukum.
Pertama, DPRdan Pemerintah sengaja melalaikan pembahasan dan pengesahan RUU Cipta Kerja
secara tertutup. Kedua, pembungkaman suara rakyat dengan menggunakan aparat keamanan
yang siap berhadapan langsungdengan rakyatyangmelakukatj protes; dan Ketiga, kedaulatan
rakyat diabaikan. "Demokrasi telah mati. Konstitusi telah dikangkangi oleh paira pemimpin negeri
ini. Liberalisasi ekonomi yang memfasilitasi ke- pentingan monopoli ekonomi korporasi dan
oligarki telah menjadi panduan. Tidak ada lagi keadilan untuk rakyat" tegas Rachmi Hertanti,
Direktur Eksekutif IGJ di Jakarta, Selasa (6/10).
Agenda pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam Omnibus Law Cipta kerja akan mendorong pe-
masifan investasi untuk industrialisasi yang berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan
daya saing Indonesia dalam panggung global value chain. Sebaliknya, negara abai untuk
melindungi hak buruh, dan tanpa ada komitmen untuk memastikan keberlanjutan lingkungan
serta melanggengkan model investasi yang merusak lingkungan dan melanggar hak asasi
manusia. "Omnibus law Cipta Kerja disusuri hanya Iebih merujuk pada isi perjanjian
perdagangan bebas ketimbang amanat Konstitusi" ujarnya.
Di sektor pangan, RUU Cipta Kerja jelas mengadopsi rezim pasar bebas yang ditetapkan oleh
WTO. Buktinya RUU Cipta Kerja yang kini menjadi UU telah mengubah empat UU Nasional yang
berkaitan soal pangan dan pertanian agar sesuai dengan ketentuan WTO. Tentunya, liberalisasi
pangan akan semakin memperburuk kondisi petani lata.
Menurut Rahmat Maulana Sidik, Koordinator Advokasi Indonesia for Global Justice, RUU Cipta
Kerja membuka liberalisasi impor pangan seluas-luasnya dan menyerahkannya pada mekanis-
mepasar. "Tentu ini membawa ancaman serius bagi keberlanjutan petani dan pangan nasional.
Sementara, Negara tidak peduli dengan keberlanjutan nasib petani dan pangan nasional,"
ujarnya.
Liberalisasi perdagangan internasional di sektor pangan akan menyebabkcn Indonesia
bergantung pada pangan impor dan mengabaikan nasib pangan lokal. Terlebih lagi kini
Pemerintah telah membangun proyek food estate. "Aturan Omnibus Law Cipta Kerja dibuat untu.
melegitimasi Food Estate. Mempermudah investasi, impor, dan ekspansi pasar bebas. Kehadiran
proyek Food Estate ini bukan untuk, petani kecil, justru untuk mengakomodir kepentingan
industri pertanian skala besar danpetani sebagai buruh diatas lahan food estate. Hal ini membuat
177