Page 220 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 220

berhubungan langsung dengan proses produksi," bunyi Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003.
              Sementara di Pasal 66 UU Cipta Kerja, tak dicantumkan lagi batasan pekerjaan-pekerjaan apa
              saja yang dilarang dilakukan oleh pekerja alih daya.

              Dengan revisi ini, UU Cipta Kerja membuka kemungkinan bagi perusahaan outsourcing untuk
              mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu.
              Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas jika tak ada regulasi lain
              turunan dari UU Cipta Kerja.

              Pasal krusial yang juga kontroversial  dalam  Omnibus  Law  Cipta  Kerja  adalah  dihapuskannya
              Pasal  59  dalam  UU  Nomor  13  Tahun  2003  tentang  Ketenagakerjaan.  Di  pasal  tersebut,  UU
              Ketenagakerjaan melindungi pekerja atau buruh yang bekerja di suatu perusahaan agar bisa
              diangkat menjadi karyawan tetap setelah bekerja dalam periode maksimal paling lama 2 tahun,
              dan diperpanjang 1 kali untuk 1 tahun ke depan.

              "Perjanjian  kerja  untuk  waktu  tertentu  hanya  dapat  dibuat  untuk  pekerjaan  tertentu  yang
              menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu," bunyi
              Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003. Pasal UU Nomor 13 Tahun 2003 tersebut secara
              eksplisit mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau yang biasa disebut dengan PKWT.

              PKWT  adalah  perjanjian  kerja  antara  pekerja  dengan  pengusaha  atau  perusahaan  untuk
              mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk jenis pekerjaan tertentu. Dalam
              perjanjian PKWT juga mengatur kedudukan atau jabatan, gaji atau upah pekerja, tunjangan
              serta fasilitas apa yang didapat pekerja dan hal-hal lain yang bersifat mengatur hubungan kerja
              secara pribadi.

              Perusahaan hanya bisa melakukan kontrak kerja perjanjian PKWT paling lama 3 tahun. Setelah
              itu, perusahaan diwajibkan untuk mengangkat pekerja atau buruh sebagai karyawan tetap jika
              ingin mempekerjakannya setelah lewat masa 3 tahun.

              Kewajiban  pengangkatan  status  karyawan  setelah  melalui  masa  kontrak  dan  perpanjangan
              kontrak  PKWT  dilakukan  karena  perusahaan  hanya  diperkenankan  membuat  PKWT  satu  kali
              untuk satu orang karyawan (karyawan kontrak).

              Ketika  sudah  lewat  2  tahun  atau  diperpanjang  kembali  untuk  1  tahun,  perusahaan  hanya
              memiliki dua pilihan, yaitu tidak memperpanjang kontrak kerja atau mengangkatnya sebagai
              karyawan tetap. "Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu
              dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali
              untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun," bunyi Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun
              2003.

              Sementara di RUU Cipta Kerja, pasal PKWT di UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus. Konsekuensi
              dari  hilangnya  pasal  tersebut  yakni  perusahaan  tidak  lagi  memiliki  batasan  waktu  untuk
              melakukan perjanjian kontrak kerja dengan pekerjanya. "Ketentuan Pasal 59 dihapus," bunyi
              RUU Cipta Kerja yang sudah disahkan menjadi UU Cipta Kerja.
              Perusahaan  pemberi  kerja  bisa  terus  memperbaharui  kontrak  karyawannya  tanpa  perlu
              mengangkatnya menjadi karyawan tetap. Dengan kata lain, UU Cipta Kerja akan mengizinkan
              perusahaan mengontrak karyawan atau pekerja atau buruh sebagai karyawan kontrak seumur
              hidup. Aturan terbaru di Omnibus Law Cipta Kerja ini berlaku untuk seluruh perusahaan yang
              beroperasi di Indonesia, baik buruh pabrik, industri manufaktur, maupun pekerja kantoran.

              Sebelumnya,  Menurut  Ketua  Departemen  Komunikasi  dan  Media  Komite  Serikat  Pekerja
              Indonesia  (KSPI),  Kahar  S  Cahyono,  dengan  dihapusnya  pasal  tersebut,  maka  penggunaan
              pekerja  kontrak  yang  dalam  undang-undang  disebut  perjanjian  kerja  waktu  tertentu  bisa
              diperlakukan  untuk  semua  jenis  pekerjaan.  "Dengan  dihapuskannya  pasal  59,  tidak  ada  lagi
                                                           219
   215   216   217   218   219   220   221   222   223   224   225