Page 305 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 305
Sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi dilema karena masih sangat membutuhkan
investor asing, khususnya di industri manufaktur padat karya sebagai pelopor utama dan pelaku
paling agresif kerja kontrak, di samping sektor komersial, asuransi, dan perbankan.
Ada beberapa pilihan yang tersedia untuk memperlemah praktik kerja kontrak. Pertama,
memperjelas definisi pekerjaan utama (core business) dan pekerjaan pendukung (noncore
business). Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sistem kerja kontrak
hanya diizinkan untuk pekerjaan pendukung, tetapi dalam praktiknya banyak penyimpangan
akibat tak adanya sanksi hukum dan lemahnya pengawasan.
Untuk membendung eskalasi perluasan sistem kerja kontrak ke semua ranah pekerjaan, sudah
waktunya gerakan buruh mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan yang menetapkan
secara tegas jenis pekerjaan yang dilarang dioutsourcing sesuai kelompok lapangan usaha
industri.
Agar buruh mendapatkan kepastian kerja maka salah satu cara yang bisa di perjuangkan adalah
dengan mencabut Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003, khususnya pasal
yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKYVT) harus di hapus, sebab jika UU
13/2003 tidak di cabut, maka praktik kerja kontrak dan outsourcing tidak akan pernah dapat
dihapuskan, dan justru ke depan akan lebih masif lagi. Selain juga perlu adanya sanksi yang
tegas apabila pengusaha melakukan pelanggaran.
Ismatillah A. Nu'ad, Peneliti Indonesian Institute for Social Research and Development Jakarta
304