Page 175 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 FEBRUARI 2020
P. 175
Title KHAWATIR PESANGON DITIADAKAN, BURUH DI JOGJA DEMO RUU OMNIBUS LAW CILAKA
Media Name harianjogja.com
Pub. Date 12 Februari 2020
https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2020/02/12/510/1031649/khawa tir-
Page/URL
pesangon-ditiadakan-buruh-di-jogja-demo-ruu-omnibus-law-cilaka
Media Type Pers Online
Sentiment Negative
JOGJA -Dinilai banyak merugikan kaum buruh, ratusan buruh Jogja menggelar aksi
di Gedung DPRD DIY untuk menolak Rancangan Undan, Rabu (12/2/2020). Buruh
merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU yang pada dasarnya untuk buruh
ini.
Koordinator aksi, Dinta Yulian, menjelaskan beberapa poin yang merugikan pekerja
di antaranya menghapuskan pesangon, menghapuskan Upah Minimum, perluasan
outsourching yang tadinya hanya lima sektor menjadi hampir semua sektor, upah
per jam, fleksibilitas tenaga kerja asing untuk mengisi pos pekerjaan di Indonesia
sementara pengangguran di Indonesia sangat tinggi.
"Kami pada pagi ini serentak secara nasional, KSPSI [Konfederasi Serikat Peekerja
Indonesia] dan serikat buruh lainnya melakukan aksi besar-besaran untuk menolak
RUU Cilaka [Cipta Lapangan Kerja] atau mencabut klaster ketenagakerjaan dari RUU
tersebut," ujarnya.
Ia melihat Jokowi dan pemerintahannya saat in sedang menyerahkan begitu
banyak hal pada swasta. "Ketika subsidi dicabut, gas dan listrik naik, jaminan sosial
naik, di sisi lain pemerintah melunak pada penguasha dan investor asing. Posisi
rakyat ada dimana?" ujarnya.
Wakil Ketua KSPSI DIY, Kirnadi, mengatakan sampai hari ini Presiden atau Menteri
Ketenagakerjaan belum mempunyai keberanian untuk membuka dan mendiskusikan
bersama RUU Cipta Lapangan Kerja ini. Menurutnya, ini menjadi persoalan dan
kecurigaan buruh karena menunjukkan kerahasiaan negara untuk merancang aturan
yang merugikan.
Pihaknya menolak Omnibus Law ini karena berdasarkan kisi-kisi yang disampaikan
Kementerian Tenaga Kerja, isi RUU ini dianggap hanya menguntungkan pengusaha.
Perluasan outsourching menurutnya merupakan bentuk liberalisai ketenagakerjaan
dengan dalih penyerapan tenaga kerja.
"Sama saja memperluas kemiskinan di Indonesia. Pegawai outsourching tidak
mendapat hak sebagaimana pegawai tetap seperti pesangon dan penghargan masa
kerja. Outsourching semestinya dibatasi di sektor tertentu, bukannya diperluas,"
ungkapnya.
Dalam hal pengupahan menurutnya juga terjadi liberalisasi, sebab menghapuskan
Upah Minimum Kabupaten/Kota dan hanya menyisakan Upah Minimum Provinsi
Page 174 of 185.