Page 364 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 AGUSTUS 2021
P. 364
KEPMENAKER SOAL HUBUNGAN KERJA DI MASA PANDEMI ATUR TIGA HAL
Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan aturan yang mengatur hubungan kerja di masa
pandemi Covid-19, khususnya di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM).
Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor
104 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19). "Kepmenaker ini adalah sebagai wujud respons Kementerian
Ketenagakerjaan terhadap dampak pandemi Covid-19 dalam hubungan kerja," kata Menteri
Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, di Jakarta, Senin, 16 Agustus 2021.
Menurut Ida, pandemi Covid-19 adalah masalah bersama bagi pemerintah, pengusaha, dan
pekerja. Sehingga penanganan dampak pandemi ini membutuhkan komitmen dan kerja sama
semua pihak. "Karena itu, dalam Kepmenaker ini kita ingin menekankan pentingnya dialog sosial.
Karena kita ingin semua pihak benar-benar terlindungi dari dampak pandemi ini," ujar Ida.
Kepmenaker tersebut mencakup tiga hal utama. Pertama, pelaksanaan sistem kerja dari rumah
atau Work From Home (WFH) dan bekerja di kantor atau Work From Office (WFO). Kedua,
pelaksanaan upah dan hak-hak pekerja lainnya. "Dalam Kepmenaker tersebut, kita sampaikan
acuan atau pedoman bagi pengusaha dan pekerja yaitu pengusaha yang memberlakukan sistem
kerja WFH tetap wajib membayar upah," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri Putri.
Sedangkan untuk WFO, harus diatur persentase pekerja yang bekerja, serta pengaturan shifting
atau pembagian waktu kerja dan hari kerja dalam satu bulan secara bergiliran. "Jam kerja juga
diatur dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan mereka yang sehat. Bagi ibu hamil atau
rentan sakit agar bekerja dari rumah saja," ujar Putri.
Kepmenaker tersebut juga menjelaskan perusahaan yang terpaksa merumahkan pekerja karena
dampak pandemi Covid-19. Tertulis di aturan itu, pekerja tetap berhak atas gaji atau upah saat
dirumahkan. "Lalu perusahaan yang secara finansial tidak mampu membayar upah bagi para
pekerja, maka pengusaha dan pekerja dapat membuat kesepakatan penyesuaian upah," kata
Putri.
Perhitungan iuran manfaat jaminan sosial bagi pekerja, pesangon, dan hak-hak lain bagi pekerja,
yang dihitung dengan upah, maka harus mengacu kepada upah sebelum penyesuaian.
Ruang lingkup ketiga yang diatur dalam Kepmenaker 104 Tahun 2021 adalah pencegahan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK adalah jalan terakhir dan satu-satunya yang bisa diambil
jika pandemi Covid-19 berdampak terhadap keberlangsungan usaha. “Kalau sudah dilakukan
upaya-upaya lain kemudian tidak ada jalan lain maka terpaksa PHK, namun harus suatu
keputusan bersama antara pengusaha dan pekerja," kata Putri.
Jika PHK terpaksa dibuat karena ketidakmampuan finansial perusahaan, maka harus dibuktikan
dengan laporan finansial perusahaan bahwa perusahaan tersebut sudah tidak mampu. "Dalam
dialog bipartit dengan putusan PHK kiranya melibatkan dinas ketenagakerjaan setempat. Dan
jangan lupa hak-hak pekerja ini harus tetap diberikan walaupun perusahaan itu bangkrut," ujar
Putri.(*)
363

