Page 92 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 JUNI 2020
P. 92

Usulan revisi durasi kerja dari 40 jam per minggu menjadi  45-48 jam  per minggu diajukan
              pengusaha. Draf omnibus law RUU Cipta Kerja pun  seakan mengakomodasi  kemungkinan
              penambahan jam kerja.

              Sebagai  tolok  ukur,  pengusaha  memakai  durasi  kerja  buruh  di  Vietnam.  Batas  durasi  kerja
              mereka  48 jam  per minggu.

              Di Indonesia, tanpa revisi UU pun sebenarnya praktik kerja 8 jam sehari 5 hari sepekan tidak
              berlaku sama rata. Ini terlihat dalam olah data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2019.

              Lebih spesifiknya, durasi bekerja migran-tetap. Migran-tetap yang dimaksud adalah penduduk
              yang bekerja dan tinggal di wilayah Jakarta lebih dari 5 tahun, tapi lahir di wilayah lain.

              Di Jakarta Timur, hanya 25 persen migran-tetap yang durasi bekerjanya sesuai aturan. Padahal
              ini  persentase  tertinggi  di  seantero  Jakarta.  Artinya,  kondisi  di  belahan  lain  Jakarta  lebih
              menyedihkan.
              Apakah jam kerja yang begitu panjang menandakan produktivitas tinggi? Bisa jadi itu salah
              kaprah.

              James Clear, penulis  Atomic Habits  menawarkan  definisi sederhana  . Produktivitas adalah
              ukuran seberapa efisien seseorang dalam menyelesaikan tugas.

              Meningkatkan produktivitas  artinya  menghasilkan  output  lebih banyak dengan sumber daya
              yang sama. Bisa juga mencapai  output  lebih banyak dalam hal volume dan kualitas dengan
              memanfaatkan  input  yang sama.

              Jika seorang pekerja bisa membuat 10 baju sehari (8 jam kerja). Meningkatkan produktivitas
              artinya menambah jumlah baju yang dihasilkan, misal menjadi 15 baju sehari.
              Menambah  jam  kerja,  menurut  Triyono,  Peneliti  Ketenagakerjaan  Pusat  Penelitian
              Kependudukan  LIPI  bukan  solusi  tepat  jika  tujuan  yang  ingin  dicapai  adalah  peningkatan
              produktivitas.

              Tidak ada korelasi langsung antara jam kerja dan produktivitas. Tapi ada tahapannya. "Kalau
              menuju produktivitas salah satu caranya meningkatkan motivasi pekerja," ujar Triyono.

              Salah satu opsi adalah penguatan kapasitas dan keterampilan pekerja. Hasil survei LIPI pada
              2016 di sebuah kawasan industri di Indonesia mengungkap, berbekal keterampilan selangkah
              lebih maju, pekerja bisa bersaing dengan kompetitor di negara lain.

              Sebaliknya,  jika  jam  kerja  ditambah,  efek  psikologisnya  bagi  para  pekerja  bisa  jadi
              mengkhawatirkan. Apalagi dalam masa transisi menuju kenormalan baru di tengah pandemi.

              Pilihan lain, meningkatkan produktivitas dengan cara paling cepat yakni mengganti manusia
              dengan mesin. Dalam penelitian di industri garmen dan tekstil, Triyono dan tim membuktikan
              ini berhasil.

              Namun, Ia menegaskan ini bukan jawaban atas persoalan bagaimana buruh tetap bekerja dan
              produktivitas perusahaan meningkat.

              Tawaran solusi lain adalah memupuk rasa percaya pekerja. Caranya dengan alokasi jaminan
              sosial, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dari perusahaan.


              Dua dari tiga profesi migran-tetap dengan durasi kerja paling panjang datang dari kawasan
              industri. Mereka adalah operator dan perakit mesin serta pekerja kasar.




                                                           91
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97