Page 123 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 123
Tim tersebut, kata dia, hanya berasal dari 16 pengurus Kadin pusat dan daerah serta 22 orang ketua
asosiasi pengusaha sektoral.
"Tapi di beberapa kesempatan, Menteri Tenaga Kerja dan Menko Perekonomian mengatakan sudah
lakukan pembahasan dengan serikat pekerja, itu bohong," kata dia.
Sabda mengatakan, yang dilakukan pemerintah saat mengundang serikat pekerja adalah sosialisasi
RUU dan tak ada satu pun draf RUU yang disampaikan kepada serikat pekerja.
Dengan demikian, pihaknya pun tak mengerti apa isi dari draf RUU tersebut.
Pemerintah hanya mengatakan bahwa Omnibus Law RUU tersebut dibuat agar regulasi tidak
tumpang tindih dan jaminan pekerja yang lebih baik.
"Tapi faktanya kosong," kata dia.
Selain itu, Sabda juga menyebut Menko Perekonomian telah mencatut nama serikat pekerja terkait
penerbitan SK Nomor 121 Tahun 2020 tentang pembentukan tim pembahasan RUU Cipta Kerja.
Surat tersebut dikeluarkan pada 11 Februari, sedangkan draf naskah sudah diserahkan ke DPR pada
12 Februari.
"Buat apa ada tim itu? Akal-akalan pemerintah seolah libatkan serikat pekerja, padahal tidak," kata
dia.
Adapun Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena
dianggap tidak memiliki tiga hal.
Ketiga hal itu adalah job security atau perlindungan kerja, income security atau perlindungan
terhadap pendapatan, serta social security atau jaminan sosial terhadap pekerjaan.
Alasannya pun cukup banyak, setidaknya ada 9 alasan mengapa mereka menolak Omnibus Law RUU
Cipta Kerja.
Kesembilan alasan itu adalah soal hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, penggunaan
outsourcing yang bebas di semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.
Kemudian jam kerja eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan
tenaga kerja asing (TKA), PHK yang dipermudah, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh
khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan..