Page 84 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 84
Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja justru
mengalami penyusutan.
Dalam draf RUU Omnibus Law, skema pemberian penghargaan hanya dibagi menjadi 7 periode.
Adapun detail besaran uang penghargaan adalah sebagai berikut: a. Masa kerja 3 tahun atau lebih
tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah .
b. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah.
c. Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah.
d. Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah.
e. Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah.
f. Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah.
g. Masa kerja 21 tahun atau lebih, 8 bulan upah.
Padahal, di dalam UU No 13 Tahun 2003, besaran uang penghargaan terbagi menjadi 8 periode.
Dengan periode masa kerja paling lama adalah 24 tahun atau lebih, dengan uang penghargaan sebesar
10 bulan upah.
Dalam aturan yang berlaku saat ini, pekerja memiliki hak untuk mengajukan gugatan kepada pemberi
kerja ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial ketika terkena pemutusan hubungan
kerja (PHK).
Hal ini diatur dalam Pasal 159 UU Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan.
"Apabila pekerja atau buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 158 ayat 2, pekerja atau buruh yang bersangkutan dapapt mengajukan gugatan ke
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial," tulis beleid tersebut.
Akan tetapi, dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja pemerintah memutuskan untuk menghapus
ketentuan mengenai hak pekerja tersebut.
Pemerintah menghapus pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dihapus. Pasal ini mengatur mengenai jenis pekerja kontrak.
Menurut Ketua Departemen Komunikasi dan Media Komite Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar
S Cahyono, dengan dihapusnya pasal tersebut, maka penggunaan pekerja kontrak yang dalam UU
disebut perjanjian kerja waktu tertentu bisa diperlakukan untuk semua jenis pekerjaan.
"Dengan dihapuskannya pasal 59, tidak ada lagi batasan seorang pekerja bisa dikontrak. Akibatnya,
bisa saja seorang pekerja dikontrak seumur hidup," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jakarta,
Jumat (14/2/2020).
Padahal, lanjut dia, dalam UU Ketenagakerjaan pekerja kontrak hanya dapat digunakan untuk
pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu.
Seperti, pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan
penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun.
Selanjutnya, pasal tersebut juga mengatur pekerjaan yang bersifat musiman atau pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan.