Page 93 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 93

Omnibus law  digadang-gadang menjadi instrumen untuk pengendalian seluruh regulasi, agar sesuai
               dengan  skema  (politik  hukum)  pemerintah  dalam  hal  investasi,  perpajakan,  ketenagakerjaan,  dan
               substansi  lainnya.  Bila yang  diskemakan  adalah  peningkatan  investasi  dan  peningkatan  perolehan
               pajak, maka seluruh regulasi wajib disinkronkan dengan skema tersebut. Sebaliknya, bila ada regulasi
               yang  tidak  selaras  (berseberangan)  dengan  skema    omnibus  law    ,  maka  terkategorikan  sebagai
               melawan sistem hukum, dan oleh karenanya sah untuk dikoreksi atau dibatalkan.
                Di balik keinginan adanya  omnibus law  , tampak bahwa para penguasa dan pengusaha di negeri ini
               umumnya larut dalam filsafat positivisme. Ajaran Hans Kelsen--sebagai tokoh positivisme--senantiasa
               dijadikan  sandaran  berpikir,  bersikap  dan  berperilaku  hukum.  Diprediksi    omnibus  law    --sebagai
               bagian utama sistem hukum nasional--akan terwujud sebagai bangunan perundang-undangan yang
               disusun dari blok ke blok dengan akurasi rasional tinggi. Demi rasionalitas tinggi itu maka intervensi
               faktor-faktor nilai, filsafat, atau ilmu lain ditabukan.
                Dalam teori sistem hukum yang logis dan berjenjang (  logische Stufenbauutheorie  ) struktur rasional
               hukum  amatlah  ketat,  tidak  boleh  ada  cacat  barang  sedikit  pun.  Dalam  sistem  hukum,  tidak
               dimungkinkan  ada  celah-celah,  tumpang-tindih,  disharmoni,  dan  inkonsistensi  di  antara  blok-blok
               perundang-undangan.

                Disadari,  perkembangan  kehidupan  berbangsa  di  era  industri  4.0  memerlukan  kehadiran  sistem
               hukum nasional yang positivistik. Sistem perekonomian kapitalistik, misalnya, sangat membutuhkan
               percepatan, kepastian dan ketepatan langkah-langkah investasi, produksi, distribusi, dan lain-lainnya.
               Segalanya harus terukur dan terencana. Untuk itu, basis tatanan,  order  , atau sistem hukum yang
               eksak amat diperlukan.
                Bila  omnibus law  nantinya berhasil digunakan untuk penyelarasan 82 undang-undang dan 1.194
               pasal yang dinilai pemerintah bermasalah, sungguh ini prestasi besar yang patut diacungi jempol. Pada
               ranah niat baik ke arah terwujudnya sistem hukum nasional itulah layak semua pihak mendukungnya.
               Perundang-undangan apa pun--di tingkat pusat ataukah tingkat daerah--yang terkena pangkasan atau
               pembatalan, harus dipahami merupakan konsekuensi pemberlakuan  omnibus law  sebagai sistem
               hukum nasional.

                Perlu dimengerti bahwa salah satu sifat menonjol dari sistem hukum, atau hukum sebagai teks, atau
               perundang-undangan, adalah kekakuannya. Ada ungkapan:  Lex dura sed tamen scripta  . Artinya,
               hukum itu kaku (keras), tetapi begitulah sifat tertulis itu. Bila  omnibus law  nanti telah diundangkan,
               menjadi  dokumen  tertulis,  kemudian  diberlakukan  dengan  tegas,  keras,  kaku  pada  siapa  pun
               sasarannya,  maka  sejak  pemberlakuan  demikian    omnibus  law    tidak  fasilitatif  terhadap  keadilan
               substantif, melainkan sekadar akomodatif terhadap keadilan formal (keadilan perundang-undangan)
               saja.
                Implikasi  lain  pemberlakuan    omnibus  law    dengan  tegas  adalah  terjadinya  penyempitan  atau
               penutupan  lorong-lorong  hukum,  sekaligus  cara-cara  berhukum  dengan  akal  sehat  (    fairness,
               reasonableness, common sense  ). Tiada lorong lain boleh dilalui kecuali melalui teks-teks  omnibus
               law  . Lorong hukum adat atau lorong lainnya tidak berlaku. Diperkirakan ke depan persoalan besar
               akan dihadapi masyarakat yang terbiasa hidup secara tradisional berdasarkan  interactional law  .
               Masyarakat hukum adat, petani, nelayan, termasuk rentan terjebak ke dalam lorong sempit itu.
                Omnibus law  sebagai tatanan simetris, rasional, sistemik, tidaklah imun dari relasi kekuatan-kekuatan
               (  power relationships  ) di negeri ini. Ada kekuatan formal dan ada pula kekuatan nonformal. Ketika
               masalah, perkara, atau sengketa muncul (tak terhindarkan) sebagai akibat pemberlakuan  omnibus
               law    dipastikan  pemerintah--melalui  lembaga-lembaga  formal--akan  menggunakan  kekuatan  dan
               kekuasaannya  agar  kepentingannya  terlindungi.  Masyarakat--terkena  dampak--akan  melihatnya
               sebagai  ketidakadilan  karena  "tindakan  sewenang-wenang"  pemerintah.  Para  advokat  -sebagai
               pembela pemerintah atau pembela rakyat--bekerja secara profesional demi nasib kliennya masing-
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98