Page 161 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 09 JULI 2020
P. 161
Hal tersebut menjadi salah satu keputusan rapat antara Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) bersama Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Direktur Utama BPJS
Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Agus Susanto, Rabu (8/7/2020).
Anggota Komisi IX Ansory Siregar yang menjadi pimpinan rapat menyatakan bahwa pihaknya
menyepakati untuk mendesak pemerintah membebaskan pajak dari pengambilan dana Jaminan
Hari Tua (JHT). Tuntutan itu akan disampaikan melalui Ida selaku mitra Komisi IX.
"Komisi IX DPR mendesak pemerintah untuk membebaskan pajak pengambilan dana JHT bagi
peserta BPJS Ketenagakerjaan," ujar Ansory saat membacakan poin keenam simpulan rapat
tersebut.
Agus menjelaskan bahwa peserta BPJAMSOSTEK bisa mengambil maksimal 30 persen dana JHT
untuk pemanfaatan kepemilikan rumah, jika memiliki masa kepesertaan 10 tahun. Selain itu,
peserta bisa mengambil maksimal 10 persen dari dana JHT untuk keperluan lain.
Menurut Agus, jumlah peserta yang mengambil sebagian dana JHT memang tidak banyak, hal
tersebut karena peserta lebih memilih untuk memanfaatkan dananya di masa pensiun. Padahal
dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk pemilikan rumah.
Meskipun begitu, persoalan pajak ternyata turut menjadi kendala tersendiri yang membuat
peserta tidak mengambil dana lebih awal. Jika peserta mengambil dana sebagian, mereka akan
dikenakan pajak progresif saat mengambil sisa dananya pada masa pensiun.
Menurutnya, para peserta akan dikenakan pajak beragam saat mencairkan sisa dana JHT, mulai
dari 5 persen, 10 persen, 15 persen, bahkan bisa mencapai 20 persen. Hal tersebut dirasa
memberatkan bukan hanya bagi peserta, melainkan pihak BPJAMSOSTEK sendiri.
"Masalah pajak, cukup besar, karena untuk pencairan JHT pajaknya 5 persen, kalau ambil 30
persen [di awal] sisanya nanti dikenakan pajak progresif. Daripada kena 30 persen [pajak]
mending tidak di ambil di depan untuk perumahan," ujar Agus dalam rapat tersebut.
Selain itu, 30 persen dana JHT pun terkadang tidak mencukupi sebagai syarat uang muka
perumahan karena tingginya harga properti. Hal tersebut dipersulit dengan adanya pajak
progresif bagi peserta yang mencairkan sebagian dana JHT di awal.
Padahal, menurut Agus, dana JHT itu bisa menjadi instrumen yang tepat untuk mendorong
tingkat pemilikan rumah masyarakat atau pekerja, sesuai agenda pemerintah. Hal itu pun bisa
menyokong manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan yang disediakan BPJAMSOSTEK.
"Harapan kami ke depan adanya relaksasi untuk bisa meninjau kembali pengenaan pajak
progresif JHT. Ini cukup memberatkan apabila dikenakan pajak progresif," ujar Agus..
160