Page 516 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 NOVEMBER 2021
P. 516
UPAH MINIMUM 2022 NAIK 1,09%, KONSUMSI MASYARAKAT AKAN
TERPENGARUH?
Bisnis.com, JAKARTA -- Upah minimum provinsi atau UMP 2022 naik senilai 1,09%. Kenaikan ini
disebut akan berdampak terhadap tingkat konsumsi masyarakat secara terbatas. Jika konsumsi
sebagai komponen utama tidak meningkat, pertumbuhan ekonomi dapat terhambat.
Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet,
dibandingkan dengan tahun ini yang tidak ada kenaikan upah, maka kenaikan UMP pada tahun
depan akan berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat. Meskipun begitu, pengaruhnya ada di
level yang terbatas.
Menurutnya, komponen konsumsi dalam kue ekonomi Indonesia merupakan yang terbesar,
sehingga dinamika dalam konsumsi akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada tahun
depan. Yusuf menilai bahwa pemerintah perlu memperhatikan dampak dari ketentuan upah
tersebut dengan menyeimbangkannya oleh kebijakan lain.
"Dengan kenaikan yang marginal, pemerintah perlu memastikan bahwa inflasi di tahun depan
berada dalam range yang ditargetkan pemerintah, karena inflasi jika bergerak terlalu tinggi akan
menggerus daya beli masyarakat dan pada muaranya akan menekan konsumsi rumah tangga,"
ujar Yusuf kepada Bisnis, Kamis (18/11/2021).
Menurutnya, dengan kenaikan upah yang relatif kecil, pemerintah perlu menambah instrumen
lain jika memang ingin mencapai target konsumsi rumah tangga pada tahun depan. Salah satu
kebijakan yang dapat dipertimbangkan yaitu aktivasi kembali bantuan subsidi upah.
"Setidaknya ada penambahan kompensasi bagi para pekerja untuk melakukan konsumsi pada
tahun depan," ujarnya.
Berbagai kebijakan harus disiapkan jika pemerintah ingin pertumbuhan ekonomi tercapai sesuai
target dengan berlakunya ketentuan upah minimum pada tahun depan.
Adapun, menurut Core Indonesia, tepat atau tidaknya kebijakan kenaikan UMP 1,09%
sebenarnya bergantung kepada indikator yang digunakan pemerintah. Sejauh ini, Core Indonesia
belum menemukan dokumen yang menjelaskan perhitungan yang kemudian memunculkan
angka 1,09%.
Yusuf sendiri mengira dalam indikator baru penentuan UMP, terdapat indikator rata-rata
konsumsi per kapita. Namun, menurutnya terdapat potensi kesalahpahaman dalam penentuan
UMP melalui indikator konsumsi per kapita.
"Meskipun benar bahwa indikator ini benar menjelaskan kondisi perekonomian suatu provinsi,
tetapi berpotensi misleading, misalnya pada tahun ini, dengan adanya Covid-19 dan efek yang
diberikan oleh perartuan ini maka konsumsi per kapita diperkirakan akan turun, sehingga jika
dimasukan dalam penghitungan penghitungan UMP, maka keluaran akan lebih kecil," ujar Yusuf.
515

