Page 62 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 SEPTEMBER 2021
P. 62
"Memang perusahaan wajib minimal 1 persen dari jumlah tenaga kerja. Tapi implementasinya di
lapangan, mungkin banyak [perusahaan] yang belum melakukan," ujarnya.
Sunarya mengatakan pihaknya sulit mengawasi perusahaan-perusahaan yang telah atau belum
menyerap tenaga kerja disabilitas. Disnaker di kabupaten/kota pun juga seringkali mengalami
kendala. Akibatnya pihaknya hingga kini belum memiliki data yang memadai.
"Karena setiap kami membuat surat misalkan ke dinas kabupaten/kota untuk jumlah data tenaga
kerja disabilitas, itu juga banyak yang tidak mengirimkan, mereka kesulitan," ucapnya.
Meski begitu, Sunarya mengatakan pihaknya sudah seringkali melakukan sosialisasi ke
perusahaan di berbagai kabupaten/kota di Jatim, sebagai langkah dan upaya penyerapan tenaga
kerja disabilitas.
Upaya mewujudkan hal itu, bahkan juga dilakukan tiap tahun dengan cara mengusulkan nama-
nama perusahaan yang sudah dinilai menerapkan lingkungan kerja inklusif. Untuk kemudian
berkesempatan meraih penghargaan dari Kementerian Tenaga Kerja.
"Setiap tahun punya agenda, melalui Kemenaker bahwa untuk pemda itu mengusulkan
perusahaan-perusahaan yang peduli memperkerjakan disabilitas untuk diberi penghargaan. Ada
parameter, minimal 1 persen, terkait sarana prasana (sarpras) dan fasilitas," ucapnya.
Selain itu, Disnakertrans Jatim telah menyediakan sejumlah balai latihan kerja (BLK). Hanya saja,
tak ada pelatihan khusus yang fokus disediakan untuk penyandang disabilitas. Mereka akan
dilatih bersama masyarakat umum lainnya. Sebab sarpras dan masih terbatasnya tenaga
pengajar dengan perspektif inklusi, adalah hambatannya.
"Kami punya 16 BLK, kami sudah mengakomodir salah satunya disabilitas, tapi sesuai dengan
kejuruan yang ada di BLK. Karena kalau kakami mengakomodir khusus untuk disabilitas kan juga
kesulitan. Satu masalah sarpras, dan narasumber," ujarnya berdalih.
Karena terbatasnya sarpras dan narasumber yang disediakan itu, jenis kelompok disabilitas yang
bisa diakomodir juga terbatas. Sejauh ini, kata Sunarya, yang bisa tertampung adalah disabilitas
fisik. "Di BLK itu disabilitas fisik misalnya yang bisa," katanya.
Meski begitu, di Jatim sebenarnya telah ada BLK Inklusi di Sidoarjo. BLK itu di bawah naungan
langsung oleh Kementerian Tenaga Kerja. Sarpras, fasilitas serta SDM yang bertugas telah
dipersiapkan agar ramah saat berhadapan dengan penyandang disabilitas.
Di BLK Inklusi Sidoarjo ini, para penyandang disabilitas dapat menerima pelatihan keterampilan,
sertifikasi profesi, bahkan sampai informasi dan akses penempatan kerja sesuai kompetensi
mereka, baik di sektor formal maupun wirausaha.
"Penempatan di sektor formal maupun informal, di sektor formal yang hubungan kerja, menjadi
karyawan. Kedua penempatan di sektor informal, yang berusaha sendiri, membuka usaha
sendiri.".
61