Page 55 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 JUNI 2019
P. 55
Disinggung maraknya wanita di Kalbar yang melakukan pernikahan dengan WNA
dari RRC, menurut Husni hal tersebut cukup wajar. Ia menilai terjadinya asimilasi
melalui pernikahan wanita WNI keturunan Tionghoa dengan WNA RRC misalnya,
jika dilihat dari kultur masih memiliki kesamaan.
"Selain kultur etnisnya tidak jauh berbeda, faktor biaya murah bisa saja. Akan tetapi
jika pascapernikahan tersebut terjadi, lantas si wanita WNI tersebut dibawa ke RRC
kemudian diperlakukan dengan tidak baik sudah tentu itu bermasalah dari awal,"
tegas Husni.
Husni menegaskan, upaya imigrasi Wilayah Kalbar sendiri dalam mengeliminir TPPO
sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 2011 dengan memperketat pengawasan
jalur lintas dan internal. Terhadap pemohon wanita usia muda yang membuat
paspor, misalnya, secara tegas dilakukan penundaan pemberian paspor.
"Bahkan kita lakukan penundaan berangkat terhadap pemohon. Ini yang kita
lakukan dalam mengeliminir TPPO. Apalagi berangkat dan bekerja secara ilegal,
sudah jelas itu indikasinya TPPO. Jadi semua pengawasan terkait TPPO dan TKI
ilegal ini sebenarnya sudah kita perketat," jelas Husni.
Persoalan TPPO dengan modus kawin kontrak dan TKI ilegal secara ekonomis harus
diakui menjadi lahan bisnis para pelaku. "Benefit" atau nilai keuntungan yang
didapat serta peluang yang cukup besar di wilayah Kalbar, yang didukung dengan
kondisi sosial, ekonomi, sosial, pendidikan dan budaya merupakan alasan yang sulit
ditolak bagi kalangan ekonomi rendah.
Peran orangtua, tokoh masyarakat, pemuka agama dinilai penting untuk dapat
membentengi lingkungan sosial. Kepekaan sosial itu penting dicanangkan dan akan
semakin kuat jika terbangun sinergitas bersama pemerintah setempat dan
Bhabinkamtibmas sebagai aparatur berwenang. Sehingga daya tangkal dalam
mencegah terjadinya TPPO dan TKI ilegal ataupun keberadaan WNA di lingkungan
dapat dicegah dan ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku.
Page 54 of 63.