Page 11 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 NOVEMBER 2021
P. 11
Situasi ekonomi selama pandemi Covid-19 memang mengalami pergolakan signifikan. Tidak
hanya menurunnya pendapatan nasional maupun omzet perusahaan, tapi juga memberi imbas
terhadap keberlangsungan dan kesejahteraan pekerja atau buruh.
Tidak sedikit dari pekerja atau buruh harus kehilangan pekerjaan, baik di PHK, dirumahkan atau
dikurangi jam kerjanya. Selain itu, pekerja atau buruh kerap juga mendapatkan kebijakan
pengurangan upah karena alasan Pandemi Covid-19.
Belum lagi, dalam penetapan upah untuk 2022 tidak memberikan angin segar bagi pemulihan
ekonomi pekerja atau buruh. Tetap murah, meski menggunakan formula pengupahan yang
diatur PP 36/2021 yang merupakan turunan UU Ciptaker 11/2020.
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan menilai,
seharusnya ini waktunya mendongkrak ekonomi seiring menurunnya Covid-19. Salah satunya
menaikkan upah pekerja atau buruh secara signifikan.
"Sebab, hanya dengan menaikkan upah secara signifikanlah pekerja atau buruh akan mampu
memenuhi kebutuhan hidup layak," kata Irsad, Rabu (24/11).
Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja atau buruh DIY per Oktober 2021, besaran KHL
pekerja atau buruh Yogyakarta Rp 3.067.048, Sleman Rp 3.031.576, Bantul Rp 3.030.625,
Kulonprogo Rp 2.908.031 dan Gunungkidul Rp 2.758.281.
Ia menilai, DIY sebagai provinsi yang menyandang predikat 'keistimewaan' seharusnya mampu
mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Artinya, angka KHL tersebut selayaknya dapat
dipenuhi oleh masyarakat DIY melalui pendapatannya.
Tapi, Pemda DIY tidak serius entaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan
masyarakatnya. Kebijakan yang dikeluarkan justru menghambat pemenuhan kebutuhan hidup
layak masyarakatnya sebagai salah satu ukuran tercapainya kesejahteraan.
UMP 2022 yang ditetapkan Gubernur DIY, Rp 1.840.915, menunjukkan betapa tidak seriusnya
Pemda DIY entaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. UMK Yogyakarta
Rp Rp. 2.153.970, Sleman Rp. 2.001.000 dan Bantul Rp 1.916.848.
Kemudian, Kulonprogo Rp 1.904.275 dan Gunungkidul Rp 1.900.000. Dari upah yang ditetapkan
dan memperhatikan kembali angka kebutuhan hidup layak pekerja atau buruh lima
kabupaten/kota tunjukkan angka defisit pendapatan yang cukup besar.
"Kenaikan upah yang ditetapkan Gubernur DIY masih jauh dari harapan pekerja atau buruh,"
ujar Irsad.
Kenaikan upah yang tidak signifikan mendongkrak kesejahteraan ini seharusnya dicari alternatif
oleh Pemda DIY. Terlebih, DIY dengan Dana Keistimewaannya, seharusnya memiliki formula
khusus meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.
Fakta ini menunjukkan angka kemiskinan di DIY tidak akan cukup dikendalikan mengingat Pemda
DIY sendiri tidak memiliki itikad serius dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satunya melalui
peningkatan upah pekerja atau buruh.
Data itu sekaligus tunjukkan PP 36/2021 sebagai turunan UU Cipta Kerja 11/2020 tidak layak
jadi dasar penetapan upah pekerja/buruh. Apalagi, sesungguhnya UU Cipta Kerja sebagai paying
PP 36/2021 masih dalam proses Judicial Review (JR).
10