Page 252 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 252
seperti cakarcakar tegang. Di bawah pohon itu kini tampak
beberapa anak jangkung berkerumun. Salah satunya adalah
yang tadi berdebat keras dengan dia. Yang menuduh dia
berhasrat menjadi Sultan Agung Mataram. Jantung senapati
cilik itu berdebar kencang. Ia teringat betapa licik para prajurit
Belanda. Dengan tipu muslihat mereka akan menangkap dia
seperti dulu Belanda menangkap Pangeran Diponegoro. Jika
ia melanjutkan perjalanan, itu sama saja ia menyerahkan diri
bulatbulat ke tangan Belanda. Tapi, jika ia tidak melanjutkan
langkah, ia akan dihina sebagai seorang pengecut. Mana yang
harus ia pilih. Tangannya menjadi dingin. Nalurinya menga
takan bahwa ia harus mencari jalan lain.
Tapi seorang dari gerombolan itu telah melihat sosoknya
dari kejauhan. Anak itu berdiri sambil membuka kaki dan
melipat tangan. Mereka berdiri bertataptatapan beberapa saat
sampai akhirnya bocah jangkung itu berseru:
“Hoy! Yang Mulia Panembahan Senapati cuwilik, kenapa
tak berani jalan terus?”
Teriakan itu mencemooh.
“Ayo maju, Yang Mulia Panembahan!”
Teriakan itu memerintah.
Senapati cilik gundah gulana. Ia bimbang antara menye
lamatkan diri dan menyelamatkan harga diri. Di luar kesa
darannya ia membuat satu langkah. Satu langkah yang ragu.
Lalu ia berhenti lagi.
Di seberang sana anakanak jangkung bersoraksorak. Se
napati cilik menjadi semakin bimbang. Perhitungannya menga
takan, kini, setelah saling mengetahui posisi, jika ia mengambil
jalan lain pun, pasukan Belanda itu akan mengejarnya juga. Apa
yang harus ia lakukan. Ia merasa berada dalam bahaya. Jika ia
melarikan diri, ia hanya selamat jika lebih cepat dari mereka.
Tapi, kakikakinya pendek dibanding kakikaki Belanda itu.
Jika ia maju, ia menyerahkan diri ke dalam mulut singa untuk
2 2