Page 346 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 346

kostum  macam­macam.  Ia  melucuti  kulit  harimaunya,  yang
               telah  membuatnya  perkasa  sekaligus  konyol.  Lalu  menyusup
               ke balik terpal di dalam kandang. Ia merasa letih dan merin­
               dukan  kebebasan.  Ia  mengintip  melalui  celah­celah  kayu  ke
               luar.  Dilihatnya  kuda  putih  itu  sedang  dimandikan.  Tuannya
               mengusapkan spons pada tubuhnya yang betina. Air merembes
               dari busa, mengalir ke bawah, mengikuti lekuk­lekuk. Dan sela­
               sela. Jatuh menggenangi jemari kaki. Dengan jari­jarinya Sang
               Tuan menyisiri ekor kudanya yang tebal berkilau. Kuda putih
               itu menoleh ke arah kandang di sudut yang jauh. Pandangan­
               nya menembus celah­celah kayu, berkata, aku juga melihatmu.
               Ia selalu bicara dengan matanya.
                   Pemuda itu pun membalik badan, menyelimuti tubuhnya
               yang  menggigil,  menyimpan  jantungnya  yang  berdebar.  Ia
               memejamkan mata. Ia menghirup hangat jerami.
                   Di tengah mimpinya kuda putih itu datang membangun­
               kan. Dengan matanya makhluk cantik itu berkata. Sesuatu yang
               tak ia mengerti. Tapi sesuatu yang menguak keinginan di dalam
               dirinya. Pelan­pelan ia menjadi berani, untuk menakjubi tubuh
               betina  itu  dengan  tangannya.  Seperti  yang  dilakukan  Sang
               Tuan si penunggang. Lalu ia beranikan diri menakjubi dengan
               kakinya. Dan seluruh tubuhnya. Ia telah berada di atas kuda itu
               sekarang, meski dengan susah payah dan gentar yang sangat,
               tubuhnya tidak tegak, melainkan runduk memeluk leher dan
               menghirup hangat surai. Kuda putih itu membawanya. Gulung
               gemulung. Di antara jerami.
                   Sepasang  mata  jengkol  hanya  bisa  melihat  hal­hal  yang
               banal. Dan kau mau tak mau percaya, meskipun hati nuranimu
               jirih  betapa  dunia  ini  tak  adil,  bahwa  ada  makhluk  yang
               tercipta  demikian  nista,  bagaikan  baru  diangkat  dari  neraka.
               Gumpalan  yang  masih  sedikit  meleleh  dan  berbau  busuk.
               Dalam  gelap,  wujud  setinggi  tujuhpuluh  senti  itu  mengintai
               dari balik celah kayu. Tangannya yang pengkar mengurut­urut


            33
   341   342   343   344   345   346   347   348   349   350   351