Page 355 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 355
dirinya, melainkan mengumbar nafsu kegagahan. Yaitu, nafsu
kekuasaan. Puncak menjadi utama, bukan jalan. Maka pada
titik ekstrim, pemanjatan kotor akan tak berbeda dari mena
nam tangga dan segala fasilitas pelesiran yang memperkosa
tebing alam.
Demikian pula. Ia tidak anti pada pendekatan rasionalis
hasil dan guna. Tapi, begini katanya padaku, pendekatan
ini hanya akan memberi tempat pada orangorang seperti
kita. Yaitu, orangorang yang lahir untuk menjadi pemenang.
Orangorang yang kuat, cerdas, tangguh, yang memang akan
memberi hasil dan guna bagi masyarakat. Pendekatan ini
tidak memberi tempat kepada makhlukmakhluk cacat, buruk
rupa, bodoh. Adalah menyedihkan bahwa, untuk menambah
gambaran suram itu, makhluk demikian terkadang juga buruk
tabiat seperti Tuyul jahanam itu.
Banyak hal tak bisa kumengerti jika aku membayangkan
dunia ini adil adanya. Karena itu, meski aku mencoba mema
hami laku kritiknya, aku tetap berpendapat bahwa ia harus
membebaskan diri dari sirkus orang cacat itu. Sudah lebih dari
lima tahun ia jalani pertunjukan itu. Tidak membawa dia atau
mereka ke manamana. Ia tidak dibutuhkan di situ. Saduki
Klan bisa jalan terus tanpa dia. Kurasa, sudah waktunya ia juga
bersikap kritis terhadap pendekatannya sendiri.
Persoalannya, ia tak pernah mengeluh juga. Aku tahu ia
tertekan, tapi ia tak pernah mengatakannya. Aku selalu menan
tinanti bukti nyata—yaitu jika keluhan keluar dari mulutnya—
untuk memaksa dia meninggalkan sirkus. Begitu dia sedikit
saja bersungut, aku akan segera menghunus pedang untuk
memutus rantai yang membelenggu dia. Dengar sahabatku, ku
da hitam seperti engkau tak cocok berada di sini. Biarlah kuda
putih yang cantik itu saja yang menghibur para penonton dan
tuanmu. Biarlah mereka saja yang melakukan akrobat untuk
menyenangkan khalayak yang tolol, dungu, menderita, dan
3