Page 356 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 356
membutuhkan penglipuran. Sejenis mereka yang menonton
televisi. Pergilah bersamaku. Kita akan melakukan akrobat di
tebingtebing batu tanpa penonton. Kita tak membutuhkan
tepuk tangan. Kita tak butuh kemegahan. Kita adalah kuda
jantan yang kuat, berani, dan tak tergiur pada bujuk rayu atau
gemerlap kekuasaan. Kita akan berbagi betina jika diperlukan.
Tapi sahabatku si kuda hitam ini tidak diikat oleh rantai
yang terlihat. Ia berkelana juga ke tempat yang jauh. Dan pada
saatsaat dibutuhkan, yaitu pada jadwaljadwal sirkus, kuda itu
pulang dan berada bersamasama rombongan akrobat monster
yang menyedihkan.
“Jati, tak bisakah kau khianati ayahmu? Semua anak lelaki
meninggalkan ayahnya.”
Ia terdiam sebentar.
“Saya tidak memilikinya. Hak itu. Hak Sangkuriang untuk
membunuh ayah kandung. Itulah yang membedakan saya dari
kamu.”
Sahabatku tak suka membicarakan perkara ini. Apa pula
secara panjang lebar. Ia berkomentar pendek, “Sudahlah. Toh
pekerjaan ini juga tidak mengganggu waktu saya.”
Aku tak bisa membantah hidupnya. Aku hanya kurang
mengerti. Dan mengenai ketidakmengertianku ini, aku sudah
tahu jawabannya. Kamu memaksakan kerangka pikirmu. (Se-
perti orang memaksakan konsep satu yang matematis kepada
sunya dan nol yang metaforis).
Aku pun diam. Kutepuk bahunya. Aku menyayangi dia.
Aku menelan ludah. Kuambil ujung tali yang menjulur di tanah
dan kulemparkan padanya. Aku dan dia telah kerap pada taraf
tanpa katakata. Ia pun tenggelam dalam simpulmenyimpul
yang telah kuajarkan padanya. Manajemen tali. Manajemen
pikiran. Aku juga tenggelam dalam kesibukanku, member
sihkan cincincincin dan peluncur. Kugosok mereka sampai
mengilap. Ah, sebentar lagi kiriman alatalat pemanjatan
3