Page 361 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 361

sampai pohon­pohon jati yang belum cukup umur. Diduga ke­
                 ras di belakang penebangan liar ini adalah kaum berseragam
                 pemilik senjata api. Kepala desa Pontiman Sutalip, anggota ang­
                 katan darat yang seumur hidupnya bahagia menjadi penguasa
                 desa  itu,  kuyakin  selama  ini  juga  mengelola  penebangan  jati
                 gelap di kawasan Sewugunung.  Tapi, krisis agaknya membuat
                 ia  tak  bisa  mengendalikan  kecepatannya.  Penjarahan  hutan
                 jati di Sewugunung menyebabkan ketigabelas mataair di sana
                 mulai menjadi keruh dan surut.
                     Sementara itu, di pusat pemerintahan, kursi kepresidenan
                 yang kosong harus segera diisi. Maka naiklah wakil presiden,
                 seorang  insinyur  bermata  bulat  berwajah  bayi.  BJ  Habibie
                 namanya.  Ia  orang  pintar  lulusan  Jerman  yang  sebelumnya
                 adalah  Menteri  Riset  dan  Teknologi,  dan  bertanggung­jawab
                 atas BPPT. Institusi inilah yang pada sebuah zaman, yaitu ke­
                 tika Parang Jati dan Kupukupu belasan tahun, gencar mencari
                 bibit­bibit  unggul  untuk  dijadikan  insinyur  bangsa.  Wakil
                 program beasiswa ilmu dan iman ini datang ke Sewugunung
                 sebagai  dua  lelaki,  yang  muda  dan  yang  tua,  yang  berdahi
                 hitam.
                     Sangat kentara bahwa lelaki berdahi hitam itu tidak me­
                 nyukai Nyi Rara Kidul. Kepercayaan tentang Ratu Laut Selatan
                 hidup subur di daerah Sewugunung. Lelaki itu tak cukup hanya
                 meremehkan  dengan  mengabaikan.  Ia  juga  memanfaatkan
                 kesempatan­kesempatan untuk melemahkan kepercayaan itu.
                 Ia  memiliki  ketidaktahanan  untuk  berdampingan.  Maka  dari
                 itu,  ia  tidak  cocok  dengan  Penghulu  Semar  yang  bisa  “ber­
                 kolaborasi”  bersama  spiritualitas  purba.  Atau  “berdialog”—
                 dalam bahasa Parang Jati. “Lelaki dari ibu kota itu dan anak
                 didiknya  serupa  pemanjat  kotor.  Yaitu,  yang  menggunakan
                 alat­alat yang memaksa dan merusak tebing. Bor, paku, piton,
                 kampak,  palu.  Alat  yang  datang  dari  sifat  kuasa.”  Penghulu
                 Semar bagi Parang Jati adalah serupa pemanjat bersih. “Yaitu,


                                                                        3 1
   356   357   358   359   360   361   362   363   364   365   366