Page 408 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 408
hutan liar. Seperti penebangan jati yang terjadi di Sewugunung
dan peran Pontiman Sutalip di dalamnya. Karena bisnis gelap,
maka perebutan wilayah kekuasaan secara mata gelap juga
terjadi. Sedikit banyak, campuran hal ini dengan sentimen
persatuan intra korps juga menjadi penyebab ketegangan
antara polisi dan tentara AD.
Ketiga. Setelah Sang Jenderal lengser, terjadi desakan
untuk—seperti salah satu slogan reformasi: “mengembalikan
ABRI ke barak.” Semua kubu reformasi menuntut agar peran
politik militer mulai dikurangi sebelum mereka dikembalikan
ke tangsi sepenuhnya. Salah satu jalannya adalah dengan me
misahkan kepolisian dari Angkatan Bersenjata. Proses pemi
sahan ini rupanya menambah lagi ketegangan yang telah
menahun di antara polisi dan tentara AD.
Kisahku ini terjadi ketika perundingan pemisahan polisi
dari militer sedang menjelang puncak. Begitu pula, perunding
an untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali wakil
wakil militer di parlemen. Pendeknya, peran militer sedang
dicoba pangkasi. Mereka sedang digunduli. Militer harus jadi
taruna lagi. Tak boleh berambut tak boleh berkumisjanggut.
Juga tak boleh gendut. Ramping, kuat, dan tegap rapi, demi
kianlah seharusnya militer. Aku setuju bahwa baik adanya jika
militer menjadi profesional. Yaitu, mengurus urusan keamanan
dan tidak berbisnis atau main politik. Dengan demikian mereka
sungguh menjadi satria. Tapi cara orangorang reformis itu
mengutuki militer terlalu kasar kukira. Sehingga, aku mema
hami juga mengapa muncul rasa tidak nyaman di antara orang
orang militer, yang kurasakan ketika aku berada di antara
temanteman panjat tebingku dari kalangan mereka.
Lagi pula, kenapa kita tidak memakai ukuran yang sama
untuk menakar diri—Parang Jati sendiri yang sering berkata
begitu. Sikap ini—memakai ukuran yang sama untuk diri
sendiri—adalah berpasangan dengan sikap lain yang tampak
sebaliknya. Yaitu, sikap untuk tidak memakai kaca mata kita
3