Page 539 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 539
Menurut Marja, roh meninggalkan tubuhku selama bebe
rapa detik. Ia bisa menyaksikannya pada mataku. Setelah itu
suatu kerasukan terjadi padaku. Aku bangkit dan melesat tak
terkejar olehnya. Tapi inilah yang terjadi padaku yang bisa
kuingat: aku tahu sesuatu yang sangat buruk telah terjadi pada
nya. Padaku. Rasa yang tak terperi itu mencabik diriku, mem
buka cangkangku, sehingga sesuatu dalam diriku—barangkali
roh—bersentuhan dengan suara dari gunung batu itu. Jika aku
mengenangnya, itulah satusatunya saat manakala aku percaya
dan merasa bahwa aku sungguh memiliki jiwa. Aku memiliki
roh dan ada memang dunia roh yang sesekali bersentuhan
denganmu.
Aku mendengar Sebul melolong. Dan aku mengerti arti
panggilan serigala purba itu. Agar aku bergegas ke puncak
Watugunung. Sebab di sanalah sahabatku berbaring. Dan
sahabatku memang sedang berbaring di sana ketika aku tiba.
Ia terkulai di batu meja tempat ia pernah diuji oleh ayahnya.
Matanya terpejam. Dan ia meringkuk bagai kedinginan. Darah
telah mengalir dari luka tembus di dadanya selama tujuh
jam kirakira. Darah itu mengalir selama satu setengah jam
perjalanan lagi, sebelum di kaki Watugunung aku tertegun
melihat sosok itu. Hari telah pagi. Nyi Manyar muncul di sana
bersama semburat matahari yang pertama, dekat mataair
keenam yang biasa kami anakanak pemanjat kunjungi. Pe
rempuan itu telah menanggalkan zirah berkaratnya bahkan
bagiku. Aku rasa Parang Jati menghembuskan nafas terakhir
nya tatkala kepalanya ada dalam usapan tangan ibu tua yang
dulu menemukan bayi dalam keranjang.
Ketika kami membuka pakaiannya untuk memeriksa luka
di tubuhnya, aku menemukan di kantong kemejanya ada
segumpil batu. Batu endapan kelabu dengan fosil labirin cang
kang siput, yang pernah kulihat dekat liang tembus di tebing
Batu Bernyanyi. Batu bertulis bilangan fu.
2