Page 538 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 538
Ia meninggalkan arena sidang yang dipenuhi laskar Ma
mon berjubah putih. Ia menghilang melalui tangga turun yang
gelap, diiringi dua kawanku, satria Karna dan Kumbakarna. Ke
tika itu aku melihat kedua satria itu sebagai sepasang malaikat
hitam yang menghentikan pemerkosaan jahat oleh orangorang
suci ini menjadi coitus interuptus. Dan aku membawa pulang
Marja yang tak berhenti terhisak.
Beberapa jam kemudian aku mendapat telepon dari kedua
juru selamat itu. Suara mereka prajurit kalah perang. Di per
jalanan, kendaraan mereka distop oleh sebuah pasukan tak
dikenal. Orangorang itu mengenakan tutup muka dan ber
setelan gelap, meski tak sepenuhnya seragam. Mereka bersen
jata api. Ada sepuluhan anggotanya. Siapa mereka; tapi aku
tak bertanya. Sebab aku tahu bahwa ini kabar buruk belaka.
Kawanku Karna dan Kumbakarna tidak menyebut soal pasukan
ninja. Mereka hanya meminta aku mengingat—ya, mengingat—
bahwa perseteruan antara angkatan darat dan kepolisian masih
membayangi daerah ini. Mereka tidak mengatakan secara jelas
bahwa pasukan tak dikenal itu berasal, atau bisa berasal, dari
pihak musuh mereka.
Sebab, sebelum persoalan siapa pasukan berbaju hitam,
orangorang itu memerintahkan Karna, Kumbakarna, dan sa
habatku untuk meninggalkan mobil dan berjalan ke arah hutan
dengan tangan di belakang kepala.
Ketika mereka telah berada di dalam rimbun pepohonan
sehingga bulan ketilam tak lagi mengusap ujungujung rambut,
terdengar letusan tembakan. Beberapa kali. Kawanku Karna
bercerita bahwa keadaan memaksa masingmasing untuk ber
guling dan menyelamatkan diri, sebelum mencari kepastian
mengenai yang lain. Lalu, manakala suasana telah sunyi kem
bali, tahulah kedua satria itu bahwa mereka kehilangan saha
batku. Mereka mencarinya, tapi tak menemukan. Saat mereka
meneleponku, penembakan itu telah empat jam berlalu.
2