Page 343 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 343

ketika suara tangisan itu makin nyata, ia tahu arahnya berasal dari
              dalam kuburan istrinya.
                 Bagai orang kesurupan, ia menggali kembali kuburan istrinya. Meng-
              angkat kembali papan-papan pelindung. Mayat itu masih berbaring
              kaku diselimuti kain kafan, namun di bagian selangkangan ia melihat
              sesuatu bergerak-gerak. Kamino segera membuka kain kafan tersebut,
              dan melihat seorang bayi setengah keluar dari ke ma luan istrinya, ter-
              jepit kedua paha mayat tersebut. Ia menarik si bayi, yang jelas-jelas
              hi dup dan menangis keras, memotong tali pusarnya dengan gigitan.
                 Itulah anak laki-lakinya. Lahir di dalam kuburan, prematur, namun
              tampak sangat sehat. Itu seperti anugerah bagi kesedihannya, se perti
              bingkisan yang manis dari kekasihnya. Ia membesarkan anak itu sendiri,
              mencintainya, dan memberinya nama Kinkin.

              Di hari ketika ia seharusnya telah mati dieksekusi, Kamerad Kliwon
              ditemukan babak belur di belakang markas rayon militer di pagi hari
              oleh Adinda yang sengaja datang untuk memastikan jika ia mati pa-
              ling tidak ia bisa melihat mayatnya. Laki-laki itu, sebagaimana harapan
              Adinda, telah mengenakan pakaian bersih dan baik (meskipun kini
              dihiasi percikan darah di sana-sini) yang ia kirim untuknya, karena
              pada pukul setengah lima dini hari, selepas kepergian Sang Shodancho,
              ia memang telah mempersiapkan kematiannya dengan tenang. Ia bah-
              kan sempat mandi dan mematut diri di depan cermin yang diberikan
              seorang prajurit penjaga, dan ia berharap malaikat maut menyukai
              pe nampilannya.
                 ”Apakah kau takut menghadapi kematianmu, Kamerad?” tanya
              salah satu dari prajurit penjaga sesaat sebelum waktu eksekusinya tiba.
                 ”Hanya tentara yang dipenuhi rasa takut,” kata Kamerad Kliwon,
              ”sebab jika tidak, mereka tak akan membutuhkan senjata apa pun.”
                 Pada pukul lima segerombolan prajurit menjemputnya, prajurit
              yang sedikit marah karena hasrat mereka untuk menembaknya mati
              terbuang begitu saja disebabkan perintah Sang Shodancho. Dan kema-
              rahan mereka semakin membuncah melihat sikap tenang lelaki itu
              menghadapi kematian.
                 ”Aku bisa berjalan sendiri menuju kuburanku,” kata Kamerad Kli-
              won.

                                           336





        Cantik.indd   336                                                  1/19/12   2:33 PM
   338   339   340   341   342   343   344   345   346   347   348